Konsep Kata
1. Berpikir terjadi dengan menggunakan kata-kata akal budi.
Kata-kata digunakan untuk menyatakan atau melahirkan apa yang dipikirkan.
2. Kata merupakan tanda lahiriah (ucapan suara yang
diartikulasikan atau tanda yang tertulis) untuk menyatakan pengertian dan
barangnya. Misalnya pernyataan ‘kucing makan tikus’, apa yang diungkapkan dalam
pernyataan itu meliputi baik ‘pengertiannya’ maupun ‘bendanya’ yang konkrit.
3. Namun harus dicatat, ‘kata itu tidak sama dengan
pengertian’. Sering kali orang memakai kata-kata yang berlainan untuk
menunjukkan ‘pengertian’ atau ‘kenyataan’ yang sama (misalnya: biaya=ongkos, sebab,
karena, dan sebagainya). Singkatnya, kata-kata adalah ekspresi dan tanda
pengertian, tetapi tanda yang tidak sempurna. Pemakaian kata yang salah
kerapkali menjadi sumber kesalahpahaman. Oleh karena itu, sangat penting untuk
menyadari kata-kata yang dipakai, yaitu pengertian apa yang dipakai di dalamnya
dan kenyataan apa yang hendak ditunjukkan dengan kata tersebut.
Term:
1. Pengertian (kata) dapat juga dilihat dari sudut fungsinya
dalam suatu keputusan (kalimat).
2. Pengertian (kata) dapat berfungsi sebagai subyek
atau predikat dalam suatu keputusan
(kalimat).
3. Term adalah kata atau rangkaian kata yang berfungsi
sebagai subyek atau predikat dalam suatu keputusan (kalimat). Misal ‘kucing itu tidur’; kata ‘kucing’
merupakan ‘subyek’, dan kata ‘tidur’ merupakan ‘predikat’nya.
Dalam logika, kata-kata hanya penting sebagai term, artinya kata-kata
itu hanya penting sebagai subyek atau predikat dalam suatu kalimat.
4. Term bisa berupa term tunggal atau term
majemuk. Term itu tunggal apabila hanya atas satu kata saja,
misalnya ‘binatang’,‘membeli’, ‘mahal’, ‘kucing’,
dan seterusnya. Term itu majemuk, apabila terdiri dari dua atau tiga
kata, dan bersama-sama merupakan suatu keseluruhan, menunjukkan satu dan
berfungsi sebagai subyek atau paredikat dalam suatu kalimat, misal ‘jam dinding
itu mati’, ‘lapangan bola kaki itu penuh rumput’, dan seterusnya.
Isi dan Luas Pengertian:
1. Isi suatu pengertian (kata
atau term) sering disebut komprehensi, sedangkan luas
suatu pengertian disebut ekstensi. Komprehensi kadang juga
disebut konotasi atau intensi, sedangkan ekstensi kadang disebut
denotasi.
2. Isi suatu pengertian dapat
dicari dalam inti pengertian, sedangkan luas suatu pengertian
dapat dicari dalam benda atau hal mana yang ditunjukkan dengan
pengertian itu.
3. Isi pengertian (kata
atau term) adalah semua unsur yang termuat dalam suatu pengertian, yang
meliputi kualitas, karakteristik, dan keseluruhan arti yang tercakup
dalam suatu term.
4. Isi pengertian, dapat
ditemukan dengan menjawab pertanyaan: manakah bagian-bagian (unsur-unsur) suatu
pengertian tertentu. Pengertian atau term ‘manusia’ misalnya, mengandung
unsur-unsur pokok seperti ‘rasional’, ‘beradab’, ‘berbudaya’, ‘berada’,
‘material’, ‘berbadan’, ‘hidup’, ‘dapat berbicara’,
‘makhluk sosial’ dan seterusnya. ‘Pegawai Negeri’, pengertian
atau term ‘pegawai negeri’ meliputi: ia adalah seorang manusia,
mempunyai pekerjaan tertentu,tidak secara kebetulan saja, memiliki jabatan
tertentu, gajinya dibayarpemerintah, diangkat oleh pemerintah, ada surat
keputusan pemerintah, dan sebagainya’.
Luas pengertian (kata atau term), adalah benda-benda
(lingkungan realitas) yang dapat dinyatakan oleh pengertian tertentu.
Kenyataan menunjukkan bahwa: (1) setiap pengertian mempunyai daerah lingkungannya
sendiri. Misal, pengertian atau term ‘manusia’ adalah semua manusia
tanpa pengecualian dan pembatasan apa pun; pengertian atau term ‘kuda’
menunjukkan hanya semua makhluk (hewan) tertentu yang dinyatakan oleh
pengertian itu dan bukan makhluk (hewan lainnya); (2)
pengertian-pengertian itu juga tidak sama luasnya. Misal, pengertian ‘hewan’
lebih luas dari pengertian ‘kuda’. Dengan demikian pengertian ‘kuda’ merupakan
bawahan dari pengertian ‘hewan’. Kata ‘makhluk’ lebih luas dari kata ‘manusia’,
dan ‘fulan’. Luas pengertian, juga dibedakan ke dalam: (1) luas yang mutlak, dan (2)
luas yang fungsional. Luas yang mutlak adalah luas pengertian terlepas
dari fungsinya dalam kalimat; sedangkan luas yang fungsional adalah luas
pengertian dilihat dari sudut fungsinya, yaitu sebagai subyek atau predikat
dalam kalimat tertentu.
Hubungan antara isi dan luas suatu pengertian atau term, dapat dirumuskan sebagai berikut:
- Semakin banyak isinya (komprehensi bertambah), semakin kecil
luas (derah lingkupnya atau ekstensinya); semakin banyak (besar) isinya,
akan menjelaskan bahwa ‘sesuatu’ atau ‘benda’ itu semakin konkrit, nyata, dan
tertentu; sebaliknya
- Semakin sedikit isinya (komprehensinya berkurang), semakin luas lingkungannya
(daerah lingkupnya ekstensinya). Atau
- Apabila ekstensinya bertambah, komprehensinya akan berkurang; dan apabila ekstensi
berkurang, komprehensinya akan bertambah.
Pembagian Kata:
1. Kata, seperti sudah
dikatakan, merupakan pernyataan lahiriah dari pengertian. Namun
demikian, kata tidak sama dengan pengertian atau term. Pengertian yang
sama sering kali dinyatakan dengan katakata yang berbeda. Sebaliknya, kata-kata
yang sama sering kalimat menyatakan pengertian yang berbeda beda pula.
2. Arti setiap kata dapat
dilihat dari dua sudut: (1) arti kata dilihat sebagai sesuatu yang berdiri
sendiri, dan (2) arti kata dilihat dari sudut fungsinya dalam kalimat yang
kongkrit. Untuk yang kedua ini biasanya disebut ‘suposisi’ term, yaitu
arti khusus suatu term dalam kalimat yang tertentu, dipandang dari sudut arti,
isi, dan luasnya.
3. Kata (term), kalau
dilihat dari sudut arti, adalah sebagai berikut:
a. Univok (sama suara, sama
artinya), artinya ‘kata’ yang menunjukkan
pengertian yang sama pula. Misalnya ‘kucing’, hanya menunjukkan ‘pengertian’
yang dinyatakan oleh kata itu saja;
b. Ekuivok (sama suara, tetapi
tidak sama artinya), artinya ‘kata’ yang menunjukkan pengertian yang
berlain-lainan. Kata ‘genting’ misalnya, menunjukkan arti ‘atap rumah’,
tetapi juga ‘suatu keadaan gawat’; kata ‘kambing hitam’ misalnya,
menunjukkan arti ‘kambing yang berwarna hitam’ dan ‘orang yang dikorbankan atau
orang yang dipersalahkan’.
c. Analog (sama suara, sedangkan
artinya di satu pihak ada kesamaannya, di lain pihak ada perbedaannya), artinya
‘kata’ yang menunjukkan banyak barang yang sama, tetapi serentak juga berbeda-beda dalam kesamaannya itu. Kata ‘ada’
misalnya, apabila kata itu dikenakan pada ‘Tuhan’, ‘manusia’, dan ‘hewan’, di
satu pihak sama artinya; tetapi di satu pihak tidak sama artinya,
karena terdapat perbedaan antara cara ‘berada’ nya Tuhan dan berada’
nya manusia maupun hewan.
Term analog, dapat dibedakan ke
dalam dua macam, yaitu atributif dan proporsional.
- Term analog atributif adalah term yang terutama digunakan
dalam arti
sesungguhnya, namun digunakan pula untuk hal-hal yang lain, karena hal-hal lain
itu memiliki hububungan tertentu dengan arti yang sesungguhnya. Misalnya, kata
‘sakit’ dalam arti yang sesungguhnya adalah untuk orang atau binatang;
jika digunakan untuk rumah, menjadi ‘rumah
sakit’, maka ‘rumah sakit’ itu memiliki hubungan yang tertentu
dengan orang sakit.
- Term analog proporsional adalah term yang digunakan untuk
beberapa hal yang berbeda namun memiliki kesamaan yang sebanding. Misalnya,
kata ‘daun tumbuh-tumbuhan’ dan kata daun untuk meja (daun meja),
untuk telinga (daun telinga), untuk pintu (daun pintu), untuk
gadis (daun muda), dan sebagainya.
4. Kata (term), kalau
dilihat dari sudut isi, adalah sebagai berikut:
a. Abstrak, ‘kata’ yang menunjukkan
suatu bentuk atau sifat tanpa bendanya (misalnya
‘kemanusiaan’, ‘keindahan’), dan kongkrit, ‘kata’ yang menunjukkan suatu
benda dengan bentuk atau sifatnya (missal, ‘manusia’).
b. Kolektif, ‘kata’ yang menunjukkan
kelompok (misalnya, ‘tentara’), dan individual, ‘kata’ yang
menunjukkan suatu individu saja (misalnya, ‘Dadan’ = nama seorang
anggota tentara).
c. Sederhana, ‘kata’ yang terdiri
dari satu cirri saja (misalnya, ‘ada’, yang tidak dapat diuraikan lagi, dan jamak,
‘kata’ yang terdiri dari beberapa atau banyak cirri (misalnya, ‘manusia’, yang
dapat diuraikan menjadi ‘makhluk’ dan ‘berbudi’.
5. Kata (term), kalau
dilihat dari sudut luas, adalah sebagai berikut:
a. Term singular. Term ini
dengan tegas menunjukkan satu individu, barang atau golongan
yang tertentu. Misalnya, ‘Slamet’, ‘orang itu’, ‘kesebelasan itu’, ‘yang
terpandai’, dan sebagainya.
b. Term partikular. Term ini
menunjukkan hanya sebagian dari seluruh luasnya; artinya menunjukkan lebih dari
satu, tetapi tidak semua bawahannya. Misalnya, ‘beberapa mahasiswa’, ‘kebanyak
orang’, ‘empat orang pemuda’, dan sebagainya.
c. Term universal. Term ini
menunjukkan seluruh lingkungan dan bawahannya masing-masing, tanpa ada yang
terkecualikan. Misalnya, ‘semua orang’, ‘setiap dosen’, ‘kera adalah binatang’,
dan sebagainya.
6. Nilai-Rasa dan Kata-kata
Emosional, dinyatakan oleh Poespoprodjo, termasuk dalam arti
kata. Bahasa adalah sesuatu yang hidup, suatu ekspresi dari manusia yang hidup
pada saat yang sama merupakan alat komunikasi antarmanusia yang hidup bersama.
Kata-kata bukan hanya menunjukkan kenyataan/fakta-fakta/barang-barang yang
obyektif, tetapi dapat menyatakan sikap dan atau perasaan terhadap kenyataan
obyektif itu. Bandingkan diantara kata ‘kau, kamu, Saudara, Anda, Tuan, Paduka,
lu, maneh, ente, antum, dan seterusnya.
Ciri-Ciri Kalimat
Efektif :
1.
KESATUAN GAGASAN
Memiliki
subyek,predikat, serta unsur-unsur lain ( O/K) yang saling mendukung serta
membentuk kesatuan tunggal. Di dalam keputusan itu merupakan kebijaksanaan yang
dapat membantu keselamatan umum. Kalimat ini tidak memiliki kesatuan karena
tidak didukung subyek. Unsur di dalam keputusan itu bukanlah subyek, melainkan
keterangan. Ciri bahwa unsur itu merupakan keterangan ditandai oleh keberadaan
frase depan di dalam (ini harus dihilangkan).
2.
KESEJAJARAN
Memiliki
kesamaan bentukan/imbuhan. Jika bagian kalimat itu menggunakan kata kerja
berimbuhan di-, bagian kalimat yang lainnya pun harus menggunakan di- pula.
Kakak menolong anak itu dengan dipapahnya ke pinggir jalan.
Kalimat tersebut tidak memiliki kesejajaran antara predikat-predikatnya. Yang satu menggunakan predikat aktif, yakni imbuhan me-, sedang yang satu lagi menggunakan predikat pasif, yakni menggunakan imbuhan di-.
Kakak menolong anak itu dengan dipapahnya ke pinggir jalan.
Kalimat tersebut tidak memiliki kesejajaran antara predikat-predikatnya. Yang satu menggunakan predikat aktif, yakni imbuhan me-, sedang yang satu lagi menggunakan predikat pasif, yakni menggunakan imbuhan di-.
Kalimat itu
harus diubah :
1. Kakak
menolong anak itu dengan memapahnya ke pinggir jalan
2. Anak itu ditolong kakak dengan dipapahnya ke pinggir jalan.
2. Anak itu ditolong kakak dengan dipapahnya ke pinggir jalan.
3.
KEHEMATAN
Kalimat
efektif tidak boleh menggunakan kata-kata yang tidak perlu. Kata-kata yang
berlebih. Penggunaan kata yang berlebih hanya akan mengaburkan maksud kalimat.
Bunga-bunga mawar, anyelir, dan melati sangat disukainya.
Pemakaian kata bunga-bunga dalam kalimat di atas tidak perlu. Dalam kata mawar, anyelir, dan melati terkandung makna bunga. Kalimat yang benar adalah: Mawar,anyelir, dan melati sangat disukainya.
Bunga-bunga mawar, anyelir, dan melati sangat disukainya.
Pemakaian kata bunga-bunga dalam kalimat di atas tidak perlu. Dalam kata mawar, anyelir, dan melati terkandung makna bunga. Kalimat yang benar adalah: Mawar,anyelir, dan melati sangat disukainya.
4.
PENEKANAN
Kalimat yang
dipentingkan harus diberi penekanan. Caranya:
• Mengubah posisi dalam kalimat, yakni dengan cara meletakkan bagian yang penting di depan kalimat.
• Mengubah posisi dalam kalimat, yakni dengan cara meletakkan bagian yang penting di depan kalimat.
Contoh :
1. Harapan
kami adalah agar soal ini dapat kita bicarakan lagi pada kesempatan lain
2. Pada kesempatan lain, kami berharap kita dapat membicarakan lagi soal ini.
• Menggunakan partikel; penekanan bagian kalimat dapat menggunakan partikel –lah, -pun, dan –kah.
2. Pada kesempatan lain, kami berharap kita dapat membicarakan lagi soal ini.
• Menggunakan partikel; penekanan bagian kalimat dapat menggunakan partikel –lah, -pun, dan –kah.
Contoh :
1.
Saudaralah yang harus bertanggung jawab dalam soal itu.
2. Kami pun
turut dalam kegiatan itu.
3. Bisakah
dia menyelesaikannya?
•
Menggunakan repetisi, yakni dengan mengulang-ulang kata yang dianggap penting.
Contoh :
Contoh :
Dalam
membina hubungan antara suami istri, antara guru dan murid, antara orang tua
dan anak, antara pemerintah dan rakyat, diperlukan adanya komunikasi dan sikap
saling memahami antara satu dan lainnya.
•
Menggunakan pertentangan, yakni menggunakan kata yang bertentangan atau
berlawanan makna/maksud dalam bagian kalimat yang ingin ditegaskan.
Contoh :
Contoh :
1.
Anak itu tidak malas, tetapi rajin.
2.
Ia tidak menghendaki perbaikan yang sifatnya parsial,
tetapi total dan menyeluruh.
5.
KELOGISAN
Kalimat
efektif harus mudah dipahami. Dalam hal ini hubungan unsur-unsur dalam kalimat
harus memiliki hubungan yang logis/masuk akal.
Contoh :
Waktu dan
tempat saya persilakan.
Kalimat ini
tidak logis/tidak masuk akal karena waktu dan tempat adalah benda mati yang
tidak dapat dipersilakan. Kalimat tersebut harus diubah misalnya ;
Bapak
penceramah, saya persilakan untuk naik ke podium.
Konsep Diksi
1. Pengertian Diksi
Pengertian pilihan
kata atau diksi jauh lebih luas dari apa yang dipantulkan oleh hubungan
kata-kata itu. Istilah ini bukan saja dipergunakan untuk menyatakan kata-kata
mana yang dipakai untuk mengungkapkan suatu ide atau gagasan, tetapi juga
meliputi fraseologi, gaya bahasa, dan ungkapan (Keraf, 2008: 22-23). Seorang
pengarang ketika menentukan suatu kata dalam menulis, ternyata tidak asal dalam
memilih kata, namun demikian kata yang akan dipilih itu akan diikuti dengan
berbagai hal yang melingkupinya. Hal tersebut menyangkut dimana, kapan, dan
tujuannya apa menggunakan kata tersebut. Semua itu dimaksudkan untuk
memberi corak atau warna agar menarik perhatian pembaca, dengan syarat maksud
atau pesan yang ingin disampaikan pengarang itu bisa tersampaikan. Gagasan atau ide
yang dituangkan, baik itu dalam bentuk tulisan maupun dalam bentuk lisan
memerlukan kosa kata yang luas, akan tetapi tidak asal memasukan kosa kata
yang dimiliki itu dalam tulisan. Pendapat lain dikemukakan oleh Widyamartaya
(1990: 45) yang menjelaskan bahwa diksi atau pilihan kata adalah kemampuan
seseorang membedakan secara tepat nuansa-nuansa makna sesuai dengan gagasan
yang ingin disampaikannya, dan kemampuan tersebut hendaknya
disesuaikan dengan situasi dan nilai rasa yang dimiliki oleh sekelompok
masyarakat dan pendengar atau pembaca. Diksi atau pilihan kataselalu mengandung
ketepatan makna, kesesuaian situasi dan nilai rasa yang ada pada pembaca atau
pendengar. Keraf (2008: 24) mengemukakan tiga kesimpulan utama mengenai
diksi, yaitu,
a. pemilihan kata atau diksi mencakup pengertian kata-kata mana
yang akan dipakai untuk menyampaikan suatu gagasan, bagaimana membentuk pengelompokan
kata-kata yang tepat atau menggunakan ungkapanungkapan yang tepat, dan gaya mana
yang paling baik digunakan dalam situasi.
b. pilihan kata atau diksi adalah kemampuan membedakan secara
tepat nuansa-nuansa makna dari gagasan yang ingin disampaikan, dan kemampuan
untuk menemukan bentuk yang sesuai (cocok) dengan situasi dan nilai rasa yang dimiliki
kelompok masyarakat pendengar.
c. pilihan kata yang tepat dan sesuai hanya dimungkinkan oleh
penguasaan sejumlah besar kosa kata atau perbendaharaan kata bahasa itu.
Sedangkan yang dimaksud perbendaharaan kata atau kosa kata suatu bahasa adalah keseluruhan
kata yang dimiliki oleh sebuah bahasa.
Berbeda
dengan pendapat Keraf, Enre (1988: 102) menjelaskan bahwa diksi ialah pilihan kata
dan penggunaan kata secara tepat untuk mewakili pikiran dan perasaan yang ingin
dinyatakan dalam pola suatu kalimat. Lebih lanjut, Achmadi (1990: 136)
memberikan definisi diksi adalah seleksi kata-kata untuk mengekspresikan ide atau
gagasan dan perasaan. Mustakim (1994: 41) membedakan antara istilah pemilihan
kata dan pilihan kata. Pemilihan kata adalah proses atau tindakan memilih
kata yang dapat mengungkap gagasan secara tepat, sedangkan pilihan kata
adalah hasil proses atau tindakan tersebut. Berdasarkan pendapat
di atas, dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan diksi adalah
pemilihan kata dan penggunaan kata secara tepat dengan ide atau gagasan untuk
mewakili pikiran dan perasaan yang ingin disampaikan kepadaorang lain dan
dinyatakan dalam suatu pola kalimat baik secara lisan maupun secara tertulis
untuk memunculkan fungsi atau efek tersendiri bagi pembaca.
2. Jenis Diksi
Diksi merupakan salah satu cara yang digunakan pengarang dalam membentuk karya sastra agar dapat dipahami pembaca atau pendengar.
Ketepatan pemilihan kata akan berpengaruh dalam pikiran pembaca tentang isi
karya sastra, jenis diksi menurut Keraf, (2008: 89-108) adalah sebagai berikut.
a) Denotasi adalah konsep dasar yang didukung oleh suatu kata
(makna itu menunjuk kepada konsep, referen atau ide). Denotasi juga
merupakan batasan kamus atau definisi utama sesuatu kata, sebagai lawan
daripada konotasi atau makna yang ada kaitannya dengan itu. Denotasi mengacu
pada makna yang sebenarnya. Berikut ini contoh denotasi yang diambil dari salah
satu kutipan pada rubrik Padhalangan di media massa. Dasamuka ora bisa
bangga, awake kaya didhadhung kenceng sing saya suwe saya njiret awake. ‘Dasamuka tidak berdaya, raganya seperti diikat kencang
yang semakin lama semakin menjerat’.
b) Konotasi adalah suatu jenis makna kata yang mengandung arti
tambahan, imajinasi atau nilai rasa tertentu. Konotasi merupakan kesan-kesan
atau asosiasi-asosiasi,
dan biasanya bersifat emosional yang ditimbulkan oleh sebuah kata di
samping batasan kamus atau definisi utamanya. Konotasi mengacu pada makna
kias atau makna bukan sebenarnya. Berikut ini contoh konotasi yang diambil dari salah satu kutipan pada
rubrik Padhalangan di media massa.
c) Kata abstrak adalah kata yang mempunyai referen berupa konsep,
kata abstrak sukar digambarkan karena referensinya tidak dapat diserap dengan panca indra manusia.
Kata-kata abstrak merujuk kepada kualitas (panas, dingin, baik,
buruk), pertalian (kuantitas, jumlah, tingkatan), dan pemikiran (kecurigaan,
penetapan, kepercayaan). Kata-kata abstrak sering dipakai untuk menjelaskan pikiran
yang bersifat teknis dan khusus. Berikut ini contoh kata abstrak. Lurusing ati lan murnining
budi iku rerenggan urip kang sayekti. ‘Lurusnya hati dan murninya budi adalah perhiasan hidup
yang sesungguhnya’.
d) Kata konkrit adalah kata yang menunjuk pada sesuatu yang dapat
dilihat atau dirasakan oleh satu atau lebih dari pancaindra. Kata-kata
konkrit menunjuk kepada barang yang aktual dan spesifik dalam pengalaman.
Kata konkrit digunakan untuk menyajikan gambaran yang hidup dalam
pikiran pembaca melebihi kata-kata yang lain. Berikut ini contoh kata
konkrit yang diambil dari salah satu kutipan geguritan yang bertema pengalaman
pada media massa. Obah ingering jinantra donya, datan siwah lan rodha kreta. ‘Berubahnya roda
dunia tidak berbeda dengan roda kereta’.
e) Kata umum adalah kata yang mempunyai cakupan ruang lingkup yang
luas. Kata-kata umum
menunjuk kepada banyak hal, kepada himpunan, dan kepada keseluruhan. Berikut
ini contoh kata umum. Wit-witan sing maune ngrembuyung kebak gegodhongan saiki
garing, amarga diobong dening manungsa. ‘Pohon-pohon yang
tadinya rindang, berdaun lebat, sekarang kering, karena dibakar oleh manusia’.
f) Kata khusus adalah kata-kata yang mengacu kepada
pengarahan-pengarahan yang khusus dan konkrit. Kata khusus memperlihatkan kepada
objek yang khusus. Berikut ini contoh kata khusus. Kabeh padha
ngayunake donga nyenyuwun supaya Ridwan tinampa Gusti
Allah lan
di papanake ana papan sing murwat. ‘Semua memanjatkan do’a supaya Ridwan diterima Allah dan
ditempatkan di tempat yang pantas’.
g) Kata ilmiah adalah kata yang dipakai oleh kaum terpelajar,
terutama dalam tulisan-tulisan ilmiah.
h) Kata populer adalah kata-kata yang umum dipakai oleh semua
lapisan masyarakat, baik
oleh kaum terpelajar atau oleh orang kebanyakan. Berikut ini contoh kata-kata
populer. Ana ing donya iki sing nduweni kuwasa mung Gusti Allah ‘Di dunia ini yang mempunyai kekuasaan hanyalah Allah’
i) Jargon adalah kata-kata teknis atau rahasia dalam suatu bidang
ilmu tertentu, dalam bidang seni, perdagangan, kumpulan rahasia, atau
kelompok-kelompok khusus lainnya. Berikut ini contoh kata-kata jargon yang
diambil dari salah satu kutipan artikel pada media massa bertopik kesehatan. Teh mujudake sumber alami kafein, teofilin lan zat
anti-oksida sing jenenge katekin, kanthi kadar lemak, karbohidrat utawa protein
meh nol persen. ‘Teh menunjukkan sumber alami kafein, teofilin dan
zat anti-oksida yang bernama katekin, dengan kadar lemak, karbohidrat
atau protein hampir nol persen.’
j) Kata slang adalah kata-kata non standard yang informal, yang
disusun secara khas, bertenaga dan jenaka yang dipakai dalam percakapan,
kata slang juga merupakan kata-kata yang tinggi atau murni. Berikut ini
contoh kata slang. Jebule Doni kuwi isih gaptek babagan komputer ‘Ternyata Doni masih gaptek tentang komputer’k) Kata asing
ialah unsur-unsur yang berasal dari bahasa asing yang masih dipertahankan
bentuk aslinya karena belum menyatu dengan bahasa aslinya. Berikut ini contoh
kata asing. Wektu iki aku pacaran karo bocah sing miturutku alim,
nganggo busana muslim lan yen rembugan
alus, ora yak-yakan. ‘Sekarang saya
berpacaran dengan anak yang menurutku alim, memakai busana muslim, dan jika
berkata halus, tidak senang bermain’.
k) Kata serapan adalah kata dari bahasa asing yang telah
disesuaikan dengan wujud atau struktur bahasa Indonesia. Berikut ini contoh
kata serapan. Kembang peparinge wong
tuwa sing ginadhang ngrenggani kedhatoningkalbu. ‘Bunga pemberian orang tua yang diharapkan menghiasi kerajaan
hati’. Tarigan (1985: 61)
mengemukakan bahwa ragam konotasi dibagi menjadi dua macam, yaitu
konotasi baik dan konotasi tidak baik.
Fungsi Diksi dalam Karya
Sastra
Bahasa sebagai alat untuk menjelmakan
angan, khayal dunia sastrawan hingga menyebabkan
adanya kekhususan dalam pemakaian bahasa dalam seni sastra (Pradopo,
1994: 35). Oleh karena itu, untuk menjelmakan angan tersebut pengarang
menggunakan bahasa yang sifatnya tidak hanya merujuk pada satu hal yang hanya berhubungan
dengan yang ditunjuk atau bahasa denotatif.
Bahasa dalam karya sastra lebih
cenderung bersifat konotatif. Karya sastra sering menggunakan kata-kata yang
bermakna konotasi dengan tujuan untuk memperindah karya sastra tersebut.
Penggunaan kata-kata yang bermakna konotasi selain memperindah juga akan
memperkaya dan menyalurkan makna dengan baik. Maka konotasi bersifat subjektif
dalam pengertian bahwa ada pergeseran dari makna umum (denotatif) karena sudah
ada penambahan rasa dan nilai rasa tertentu (Alwasilah, 1985: 147). Makna
konotasi sangat bergantung pada konteksnya. Penggunaan bahasa yang bersifat
konotatif dan bersifat ambigu akan menimbulkan kesulitan bagi pembaca untuk
memahami gagasan yang ingin disampaikan oleh pengarang. Sehubungan dengan
hal di atas, maka perlu mengetahui tentang stilistika. Stilistika mengkaji
cara sastrawan memanipulasi unsur dan kaidah yang terdapat dalam bahasa dan
fungsi apa yang ditimbulkan dalam penggunaannya (Sudjiman, 1993: 3). Menurut
Atmazaki (1990: 93), stilistika adalah kajian terhadap karya sastra yang berpusat
kepada pemakaian bahasa. Objek kajian stilistika adalah karya sastra yang
sudah ada. Kata, rangkaian kata, dan pasangan kata yang dipilih dengan
seksama dapat menimbulkan efek yang dikehendaki pada diri pembaca,
misalnya menonjolkan.
Konsep Frasa
A. Pengertian
Frasa
Frasa adalah kumpulan kata
nonpredikatif. Artinya frasa tidak memiliki predikat dalam strukturnya. Itu
yang membedakan frasa dari klausa dan kalimat
Frasa adalah kelompok kata / gabungan
dua kata atau lebih yang membentuk satu kesatuan dan memiliki satu makna
gramatikal.
B. Ciri-
ciri Frasa
Frasa memiliki beberapa ciri yang
dapat diketahui, yaitu :
1. Terbentuk atas dua kata atau lebih
dalam pembentukannya.
2. Menduduki fungsi gramatikal dalam
kalimat.
3. Mengandung satu kesatuan makna
gramatikal.
4. Bersifat non-predikatif.
C. Jenis-Jenis
Frasa
Frasa
berdasarkan jenis/kelas kata
1. Frasa
Nomina
Frasa Nomina
adalah kelompok kata benda yang dibentuk dengan memperluas sebuah kata benda.
Frasa nominal dapat dibedakan lagi menjadi 3 jenis yaitu :
1) Frasa
Nomina Modifikatif (mewatasi), misal : rumah mungil, hari senin, buku dua buah,
bulan pertama, dll.
2) Frasa
Nomina Koordinatif (tidak saling menerangkan), misal : hak dan kewajiban,
sandang pangan, ', lahir bathin, dll.
3) Frasa
Nomina Apositif
Contoh frasa
nominal apositif :
a. Jakarta,
Ibukota Negara Indonesia, sudah berumur 485 tahun.
b. Melati,
jenis tanaman perdu, sudah menjadi simbol bangsa Indonesia sejak lama.
c. Banjarmasin,
Kota Seribu Sungai, memiliki banyak sajian kuliner yang enak.
2. Frasa
Verbal
Frasa Verbal
adalah kelompok kata yang terbentuk dari kata kata kerja. Kelompok kata ini
terbagi menjadi 3 macam, yaitu :
1) Frasa
Verbal Modifikatif (pewatas), terdiri atas pewatas belakang, misal : a). Ia
bekerja keras sepanjang hari. b). Kami membaca buku itu sekali lagi. Pewatas
depan, misal : a). Kami yakin mendapatkan pekerjaan itu. b). Mereka pasti
membuat karya yang lebih baik lagi pada tahun mendatang.
2) Frasa
Verbal Koordinatif adalah 2 verba yang digabungkan menjadi satu dengan adanya
penambahan kata hubung 'dan' atau 'atau', Contoh kalimat : a). Orang itu
merusak dan menghancurkan tempat tinggalnya sendiri. b). Kita pergi ke toko
buku atau ke perpustakaan.
3) Frasa
Verbal Apositif yaitu sebagai keterangan yang ditambahkan atau diselipkan.
Contoh kalimat : a). Pekerjaan Orang itu, berdagang kain, kini semakin maju.
b). jorong, tempat tinggalku dulu, kini menjadi daerah pertambangan batubara.
3. Frasa
Ajektifa
Frasa
ajektifa ialah kelompok kata yang dibentuk oleh kata sifat atau keadaan sebagai
inti (diterangkan) dengan menambahkan kata lain yang berfungsi menerangkan,
seperti : agak, dapat, harus, lebih, paling dan 'sangat. Kelompok kata ini
terdiri dari 3 jenis, yaitu :
1) Frasa
Adjektifa Modifikatif (membatasi), misal : cantik sekali, indah nian, hebat
benar, dll.
2) Frasa
Adjektifa Koordinatif (menggabungkan), misal : tegap kekar, aman tentram,
makmur dan sejahtera, dll
3) Frasa
Adjektifa Apositif, misal :
a. Srikandi
cantik, ayu menawan, diperistri oleh Arjuna.
b. Desa
Jorong, tempat tinggalku dulu, kini menjadi daerah pertambangan batubara.
Frasa Apositif bersifat memberikan
keterangan tambahan. Frasa Srikandi cantik dan Desa Jorong merupakan unsur
utama kalimat, sedangkan frasa ayu menawan, dan tempat tinggalku dulu,
merupakan keterangan tambahan.
4. Frasa
Adverbial
Frasa
Adverbial ialah kelompok kata yang dibentuk dengan keterangan kata sifat. Frasa
ini bersifat modifikasi (mewatasi), misal : sangat baik kata baik merupakan
inti dan kata sangat merupakan pewatas. Frasa yang bersifat modifikasi ini
contohnya ialah agak besar, kurang pandai, hampir baik, begitu kuat, pandai
sekali, lebih kuat, dengan bangga, dengan gelisah. Frasa Adverbial yang
bersifat koordinatif (yang tidak menerangkan), contoh frasanya ialah lebih
kurang kata lebih tidak menerangkan kurang dan kurang tidak menerangkan lebih.
5. Frasa
Pronominal
Frasa Pronominal
ialah frasa yang dibentuk dengan kata ganti, frasa ini terdiri atas 3 jenis
yaitu :
1) Modifikatif,
misal kalian semua, anda semua, mereka semua, mereka itu, mereka berdua.
2) Koordinatif,
misal engkau dan aku, kami dan mereka, saya dan dia.
Apositif, misal
:
Kami,
putra-putri Indonesia, menyatakan perang melawan narkotika.
6. Frasa
Numeralia
Frasa Numeralia ialah
kelompok kata yang dibentuk dengan kata bilangan. Frasa ini terdiri atas :
1) Modifikatif,
contoh : a). Mereka memotong dua puluh ekor sapi kurban. b). Kami membeli
setengah lusin buku tulis.
2) Koordinatif,
contoh : a). Entah dua atau tiga sapi yang telah dikurbankan. b). Dua atau tiga
orang telah menyetujui kesepakatan itu.
7. Frasa
Interogativ Koordinatif ialah frasa yang berintikan pada kata tanya. contoh :
a). Jawaban dari apa atau siapa ciri dari subjek kalimat. b). Jawaban dari
mengapa atau bagaimana merupakan pertanda dari jawaban predikat.
8. Frasa
Demonstratif Koordinatif ialah frasa yang dibentuk oleh dua kata yang tidak
saling menerangkan. contoh : a). Saya tinggal di sana atau di sini sama saja.
b). Kami pergi kemari atau kesana tidak ada masalah.
9. Frasa
Preposisional Koordinatif ialah frasa yang dibentuk oleh kata depan yang tidak
saling menerangkan. contoh : a). Petualangan kami dari dan ke Jawa memerlukan
waktu satu bulan. b). Perpustakaan ini dari, oleh, dan untuk masyarakat umum.
Frasa
berdasarkan fungsi unsur pembentuknya
Berdasarkan
fungsi dari unsur pembentuknya frasa terdiri dari beberapa macam, yaitu :
1. Frasa
Endosentris yaitu frasa yang unsur-unsurnya berfungsi untuk diterangkan dan
mnerangkan (DM) atau menerangkan dan diterangkan (MD). contoh frasa : kuda
hitam (DM), dua orang (MD).
Ada beberapa
jenis frasa endosentris, yaitu :
1) Frasa
atributif yaitu frasa yang pola pembentuknya menggunakan pola DM atau MD.
contoh : Ibu kandung (DM), tiga ekor (MD).
2) Frasa
apositif yaitu frasa yang salah satu unsurnya (pola menerangkan) dapat
menggantikan kedudukan unsur intinya (pola diterangkan). contoh : Alip si
penari ular sangat cantik., kata Alip posisinya sebagai diterangkan (D),
sedangkan si penari ular sebagai menerangkan (M).
3) Frasa
koordinatif yaitu frasa yang unsur-unsur pembentuknya menduduki fungsi inti
(setara). contoh : ayah ibu, warta berita, dll.
2. Frasa
eksosentris yaitu frasa yang salah satu unsur pembentuknya menggunakan kata
tugas. contoh : dari Bandung, kepada teman, di kelurahan, dll.
Frasa
Berdasarkan satuan makna yang dikandung/dimiliki unsur-unsur pembentuknya
Untuk
kategori frasa berdasarkan satuan makna yang dikandung atau yang dimiliki
unsur-unsur pembentuknya dapat dibagi menjadi beberapa frasa, yaitu :
1) Frasa
biasa yaitu frasa yang hasil pembentukannya memiliki makna yang sebenarnya
(denotasi). contoh kalimat : a) Ayah membeli kambing hitam; b) Meja hijau itu
milik ibu.
2) Frasa
idiomatik yaitu frasa yang hasil pembentukannya menimbulkan/memiliki makna baru
atau makna yang bukan sebenarnya (konotasi). contoh kalimat : Orang tua Lintang
baru kembali dari Jakarta.
Konsep Klausa
Pengertian Klausa
Klausa
adalah gabungan dari dua kata atau lebih yang mengandung unsur subjek dan
predikat. Klausa disebut juga sebagai rentetan kata berkonstruksi predikatif,
yaitu konstruksi yang mengandung unsur predikat. Secara umum klausa terdiri
dari S, P, O, KET, dan PEL, namun tidak semua unsur itu selalu ada pada klausa.
Inti klausa terdapat pada S dan P, karena kedua unsur ini tidak pernah lepas
dari klausa.
Jika
boleh, kita dapat mengatakan demikian. Inti dari kalimat adalah klausa. Klausa
minimal terdiri dari unsur S dan P karena pada umumnya klausa terbangun dari
kedua unsur ini, namun klausa juga memiliki inti utama yang tidak boleh
dihilangkan yaitu unsur P. Jika klausa tidak memiliki unsur P, maka kalimat itu
tidak dapat dikatakan sebagai klausa. Dengan kata lain kalimat itu dapat
dikatakan kalimat yang tidak berklausa.
Macam-macam Klausa
A.
Berdasarkan Struktur Internnya
Klausa
minimal terdiri dari unsur S dan P. Pada umumnya klausa tidak dapat lepas dari
kedua unsur ini, namun jika kita perdalam lagi maka kita akan mendapati bahwa
klausa memiliki inti yang selalu menyertainya yaitu unsur P. Meskipun klausa
mengalami berbagai penggabungan dalam beberapa konteks kalimat, dapat
dipastikan unsur P tidak akan tertinggal.
Klausa
yang memiliki unsur S dan P merupakan klausa lengkap, sedang klausa yang tidak
mengandung unsur S merupakan klausa tidak lengkap. Berdasarkan unsur intrernnya
klausa lengkap dapat dibedakan menjadi dua golongan. Yiatu klausa lengkap yang
unsur S-nya terletak di depan P dan klausa lengkap yang unsur S-nya terletak di
belakang P.
Contoh:
(1) Halaman itu sangat luas
(2) Sangat luas halaman itu
Halaman
itu menempati fungsi S dan sangat luas menempati fungsi P. Pada contoh (1)
merupakan klausa lengkap dengan S terletak di depan P, sedangkan contoh (2)
merupakan klausa lengkap dengan S terletak di belakang P.
Klausa
tidak lengkap merupakan klausa yang tidak memiliki fungsi S, yaitu hanya unsur
P dengan disertai unsur O, PEL, KET, atau tidak.
Contoh:
sedang berdoa
membaca buku.
B.
Berdasarkan Ada-Tidaknya Kata Negatif yang secara Gramatik Menegatifkan
Predikat
Berdasarkan
ada-tidaknya kata negatif yang secaragramatik menegatifkan P, klausa dapat
digolongkan menjadi dua golongan yaitu klausa positif dan klausa negatif.
Klausa
positif adalah klausa yang tidak mengandung kata-kata negatif yang dapat
menegatifkan P. Misalnya kata tidak, tak, tiada, bukan, belum, dan jangan.
Contoh:
saya menyukai senyumannya
dia sahabat saya
Klausa
negatif adalah klausa yang mengandung kata-kata negatif yang dapat menegatifkan
P yaitu kata tidak, tak, tiada, bukan, belum, dan jangan. Kata-kata negatif itu
ditentukan berdasarkan adanya kata penghubung melainkan yang menuntut
kenegatifan klausa yang mendahuluinya.
Contoh:
dia tidak menyukai nasi goreng, melainkan bubur ayam yang dicampur dengan abon
sapi.
Kata
negatif tidak yang terkadang dipendekkan menjadi tak digunakan untuk
menegatifkan P yang terdiri dari kata/frase golongan V (verba), misal: adik
tidak naik kelas.
Kata
negatif tiada jarang sekali digunakan, akan tetapi memiliki fungsi yang sejajar
dengan kata tidak sehingga pada contoh diatas dapat diganti dengan tiada
menjadi : adik tiada naik kelas.
Kata
negatif bukan digunakan untuk menegatifkan P yang terdiri dari kata/frase
golongan N (noun), misal: orang itu bukan ayah saya. Dalam kalimat luas kata
bukan digunakan pula untuk menegatifkan kata-frase golongan V dengan kata
penghubung melainkan, misal: Ani bukan menulis, melainkan membaca buku.
Kata
negatif belum digunakan untuk menegatifkan P yang terdiri dari kata/frase
golongan V. Bedanya dengan kata negatif tidak adalah bahwa kata negatif belum
menunjukkan makna akan terjadi, misal: adik belum pulang.
Kata
negatif jangan digunakan untuk menegatifkan P yang terdiri dari kata/frase
golongan V, misal: jangan pergi.
Secara
gramatik kata negatif yang terletak di depan P itu menegatifkan P, namun secara
semantik belum tentu, misal pada kalimat: ia tidak membeli buku. Pada contoh
tersebut, secara gramatik kata tidak menegatifkan buku, namun secara semantik
menyatakan bahwa ia tidak membeli buku, melainkan membelu benda lain.
C.
Berdasarkan Kategori Kata atau Frasa yang Menduduki Fungsi Predikat
Berdasarkan
kategori kata atau frasa yang menduduki fungsi P, klausa digolongkan menjadi
empat: klausa nominal, klausa verbal, klausa bilangan, san klausa depan.
1. Klausa Nominal
Klausa
nominal adalah klausa yang P-nya terdiri dari kata/frase golongan N, misal:
ayahnya seorang dokter.
2. Klausa Verbal
Klausa
verbal adalah klausa yang P-nya terdiri dari kata/frase golongan V, misal:
dokter sedang menyuntik pasien. Klausa verbal dapat digolongkan menjadi enam
diantaranya: klausa verbal yang ajektif, intransitif, aktif, pasif, refleksif,
dan resiprok.
Klausa
verbal yang ajektif adalah klausa yang P-nya terdiri dari kata golongan V yang
termasuk golongan kata sifat, misalnya: gunung itu tinggi sekali.
Klausa
verbal yang intransitif adalah klausa yang P-nya terdiri dari golongan kata
kerja intransitif, misalnya: adik menangis di dalam kamar.
Klausa
verba yang aktif adalah klausa yang P-nya terdiri dari golongan kata kerja transitif,
misalnya: zainal mengambil bukunya.
Klausa
verba yang pasif adalah klausa yang P-nya terdiri dari kata kerja pasif,
misalnya: kursi itu dibeli oleh ibu.
Klausa
verba yang refleksif adalah klausa yang P-nya terdiri dari kata verbal yang
termasuk kata kerja refleksif, ialah kata kerja bentuk meN- diikiti diri,
misalnya: pemuda itu menyembunyikan diri.
Klausa
verba yang resiprok adalah klausa yang P-nya terdiri dari kata verbal yang
termasuk kata kerja resiprok, ialah kata kerja yang berbentuk saling meN-,
(saling) ber-an, dan (saling) –meN-, misalnya:
Kedua
orang itu saling berpandang-pandangan
Mereka
saling memukul
Anak-anak
itu selalu ejek-mengejek.
3. Klausa Bilangan
Klausa
bilangan adalah klausa yang P-nya terdiri dari kata/frase golongan Bilangan,
misal: jari anak itu hanya sembilan. Kata bilangan adalah kata-kata yang dapat
diawali oleh kata penunjuk satuan seperti orang, ekor, buah, keping, kodi,
helai, kotak, dan masih banyak lagi.
4. Klausa Depan
Klausa
depan atau juga disebut klausa preposisional adalah klausa yang P-nya terdiri
dari frase depan, yaitu frasae yang diawali dengan kata depan sebagai penanda,
misal: air ini dari sumur.
Kesalahan Umum dalam Penulisan Kalimat
Berikut akan kita lihat
kalimat-kalimat yang tidak efektif dan kita akan mencoba membetulkan kesalahan
pada kalimat-kalimat itu. Beberapa jenis kesalahan dalam menyusun kalimat
antara lain:
1. Pleonastis
Pleonastis atau pleonasme adalah
pemakaian kata yang mubazir (berlebihan), yang sebenarnya tidak perlu.
Contoh-contoh kalimat yang mengandung kesalahan pleonastis antara lain:
· Banyak tombol-tombol yang
dapat Anda gunakan.
Kalimat ini seharusnya: Banyak
tombol yang dapat Anda gunakan.
· Kita harus saling
tolong-menolong.
Kalimat ini seharusnya: Kita
harus saling menolong, atau Kita seharusnya tolong-menolong.
2. Kontaminasi
Contoh kalimat yang mengandung
kesalahan kontaminasi dapat kita lihat pada kalimat berikut ini:
Fitur terbarunya Adobe Photoshop
ini lebih menarik dan bervariasi.
Kalimat tersebut akan menjadi
lebih efektif apabila akhiran –nya dihilangkan.
Fitur terbaru Adobe Photoshop
ini lebih menarik dan bervariasi.
3. Salah pemilihan kata
Saya mengetahui kalau ia kecewa.
Seharusnya: Saya mengetahui
bahwa ia kecewa.
4. Salah nalar
Contoh kalimat yang mengandung
kesalahan nalar dapat kita lihat pada kalimat berikut ini:
Bola gagal masuk gawang.
Seharusnya: Bola tidak masuk
gawang.
5. Pengaruh bahasa asing atau
daerah (interferensi)
· Bahasa asing
Contoh kalimat yang mengandung
kesalahan karena terpengaruh bahasa asing terlihat pada kalimat berikut:
Saya tinggal di Semarang di mana
ibu saya bekerja.
Kalimat ini bisa jadi
mendapatkan pengaruh bahasa Inggris, lihat terjemahan kalimat berikut:
I live in Semarang where my
mother works.
Dalam bahasa Indonesia sebaiknya
kalimat tersebut menjadi:
Saya tinggal di Semarang tempat
ibu saya bekerja.
· Bahasa daerah
Contoh kalimat yang mengandung
kesalahan karena terpengaruh bahasa daerah dapat kita lihat pada kalimat
berikut:
Anak-anak sudah pada datang.
Dalam bahasa Indonesia sebaiknya
kalimat tersebut menjadi:
Anak-anak sudah datang.
Contoh lain pengaruh bahasa
daerah, khususnya bahasa Jawa, juga dapat kita lihat pada kalimat berikut.
Penulis menemukan contoh ini dari sebuah rubrik di tabloid anak-anak Yunior.
Masuknya keluar mana? (Jawa:
Mlebune metu endi?)
Kita sebaiknya mengganti kalimat
tersebut dengan: Masuknya lewat mana?
6. Kata depan yang tidak perlu
Sering kali kita membuat kalimat
yang mengandung kata depan yang tidak perlu seperti pada kalimat berikut:
Di program ini menyediakan
berbagai fitur terbaru.
Agar menjadi efektif, sebaiknya
kita menghilangkan kata depan di, sehingga kalimatnya menjadi:
Program ini menyediakan berbagai
fitur terbaru.
Ada beberapa hal yang
mengakibatkan suatu tuturan menjadi kurang efektif, antara lain:
1. Kurang padunya kesatuan gagasan.
Setiap tuturan terdiri atas
beberapa satuan gramatikal. Agar tuturan itu memiliki kesatuan gagasan,
satuan-satuan gramatikalnya harus lengkap dan mendukung satu ide pokoknya. Kita
bisa melihat pada contoh berikut:
Program aplikasi MS Word dapat
Anda gunakan sebagai pengolah kata. Dengan program ini Anda dapat melakukan
berbagai aktivitas perkantoran seperti mengetik surat atau dokumen. MS Word
adalah produk peranti lunak keluaran Microsoft.
Kalimat-kalimat pada contoh
tersebut tidak mempunyai kesatuan gagasan. Seharusnya setelah diungkapkan
gagasan tentang “fungsi MS Word” pada kalimat pertama, diungkapkan gagasan lain
yang saling bertautan.
2. Kurang ekonomis pemakaian kata.
Ekonomis dalam berbahasa berarti
penghematan pemakaian kata dalam tuturan. Sebaiknya kita menghindari kata yang
tidak diperlukan benar dari sudut maknanya, misalnya:
· membicarakan tentang
transmigrasi
Seharusnya: membicarakan
transmigrasi
· sudah pada tempatnya apabila
Seharusnya: sudah selayaknya
apabila
· Depresi ekonomi bukan hanya
dirasakan oleh kaum pribumi lapisan bawah, tetapi juga dirasakan oleh kelompok
elite pribumi.
Seharusnya: Depresi ekonomi
dirasakan oleh kaum pribumi lapisan bawah dan kelompok elite.
Atau: Depresi ekonomi dirasakan
kaum pribumi di semua lapisan.
3. Kurang logis susunan gagasannya.
Tulisan dengan susunan gagasan
yang kurang logis dapat kita lihat pada contoh berikut:
Karena zat putih telurnya itulah
maka telur dan dagingnya ayam itu sangat bermanfaat untuk tubuh kita. Semua
makhluk dalam hidupnya memerlukan zat putih telur, manusia untuk melanjutkan
hidupnya perlu akan zat putih telur.
Kita dapat membuat tulisan itu
menjadi efektif seperti berikut:
Semua makhluk hidup memerlukan
zat putih telur yang berasal dari telur dan daging ayam. Manusia adalah makhluk
hidup. Jadi, manusia memerlukan zat putih telur yang berasal dari telur dan
daging ayam untuk melanjutkan hidupnya. Dapat dikatakan bahwa telur dan daging
ayam sangat bermanfaat bagi tubuh.
4. Pemakaian kata-kata yang kurang sesuai ragam bahasanya.
Pemakaian bahasa tidak baku
hendaknya dihindari dalam ragam bahasa keilmuan.
· Penulis menghaturkan terima
kasih kepada Bapak Prof. Dr. Gatot A.S atas bimbingannya dalam menyelesaikan
buku ini.
· Sehubungan dengan hal itu
Takdir Alisyahbana bilang bahwa hal bahasa Indonesia dapat menjadi bahasa
internasional.
Pemakaian kata menghaturkan dan
bilang tidak tepat untuk ragam bahsa keilmuan, sehingga kata-kata tersebut
sebaiknya diganti dengan mengucapkan dan mengatakan.
5. Konstruksi yang bermakna ganda.
Suatu kalimat dipandang dari
sudut tata bahasanya mungkin tidak salah, namun kadang-kadang mengandung
tafsiran ganda (ambigu) sehingga tergolong kalimat yang kurang efektif. Kalimat
yang memiliki makna ganda dapat kita lihat pada kalimat-kalimat:
· Istri kopral yang nakal itu
membeli sepatu.
Unsur yang nakal itu menerangkan
istri atau kopral ? Jika yang dimaksud nakal adalah istri, maka kalimat itu
seharusnya menjadi:
Istri yang nakal kopral itu
membeli sepatu.
· Penyuluh menerangkan cara
beternak ayam baru kepada para petani.
Kata baru pada kalimat itu
menerangkan kata ayam atau cara beternak? Jika kata baru menerangkan cara
beternak, kalimat itu menjadi lebih baik seperti kalimat berikut:
Penyuluh menerangkan cara baru
beternak ayam kepada para petani.
6. Penyusunan kalimat yang kurang cermat.
Penyusunan yang kurang cermat
dapat mengakibatkan nalar yang terkandung di dalam kalimat tidak runtut
sehingga kalimat menjadi kurang efektif.
Tugas kemanusiaan dalam suatu
jabatan ialah untuk mengelola sejumlah manusia memerlukan keprihatinan serta
dedikasi yang tangguh.
Kalimat tersebut dapat
diperbaiki seperti berikut:
· Tugas kemanusiaan dalam suatu
jabatan, yakni pengelolaan sejumlah manusia, memerlukan keprihatinan serta
dedikasi yang tangguh.
· Tugas kemanusiaan dalam suatu
jabatan ialah pengelolaan sejumlah manusia. Hal ini memerlukan keprihatinan dan
dedikasi yang tangguh.
7. Bentuk kata dalam perincian yang tidak sejajar.
Dalam kalimat yang berisi
perincian, satuan-satuan dalam perincian itu akan lebih efektif jika
diungkapkan dalam bentuk sejajar. Jika dalam suatu kalimat perincian satu
diungkapkan dalam bentuk kerja, benda, frasa, maupun kalimat, perincian lainnya
juga diungkapkan dalam bentuk kerja, benda, frasa, maupun kalimat juga
(sejajar). Contoh kalimat yang perinciannya tidak sejajar:
· Kegiatan penelitian meliputi
pengumpulan data, mengklasifikasikan data, dan menganalisis data.
Seharusnya:
Kegiatan penelitian meliputi
pengumpulan data, pengklasifikasian data, dan penganalisisan data.
· Dengan penghayatan yang
sunguh-sungguh terhadap nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila dalam
kehidupan sehari-hari, kita akan dapat hidup bermasyarakat dengan selaras,
serasi, dan seimbang.
Seharusnya:
. Dengan menghayati secara
sunguh-sungguh terhadap nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila dalam
kehidupan sehari-hari, kita akan dapat hidup bermasyarakat dengan selaras,
serasi, dan seimbang.
Atau:
. Dengan penghayatan yang
sungguh-sungguh terhadap nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila dalam
kehidupan sehari-hari, kita akan dapat hidup bermasyarakat dengan selaras, serasi,
dan seimbang.