Selasa, 10 November 2015

KONSEP DARI DIKSI, KATA, FRASA, KLAUSA, CIRI-CIRI KALIMAT EFEKTIF, DAN KESALAHAN PADA PENULISAN KALIMAT

Konsep Kata

1. Berpikir terjadi dengan menggunakan kata-kata akal budi. Kata-kata digunakan untuk menyatakan atau melahirkan apa yang dipikirkan.
2. Kata merupakan tanda lahiriah (ucapan suara yang diartikulasikan  atau tanda yang tertulis) untuk menyatakan pengertian dan barangnya. Misalnya pernyataan ‘kucing makan tikus’, apa yang diungkapkan dalam pernyataan itu meliputi baik ‘pengertiannya’ maupun ‘bendanya’ yang konkrit.  
3. Namun harus dicatat, ‘kata itu tidak sama dengan pengertian’. Sering kali orang memakai kata-kata yang berlainan untuk menunjukkan ‘pengertian’ atau ‘kenyataan’ yang sama (misalnya: biaya=ongkos, sebab, karena, dan sebagainya). Singkatnya, kata-kata adalah ekspresi dan tanda pengertian, tetapi tanda yang tidak sempurna. Pemakaian kata yang salah kerapkali menjadi sumber kesalahpahaman. Oleh karena itu, sangat penting untuk menyadari kata-kata yang dipakai, yaitu pengertian apa yang dipakai di dalamnya dan kenyataan apa yang hendak ditunjukkan dengan kata tersebut. 

Term:

1. Pengertian (kata) dapat juga dilihat dari sudut fungsinya dalam suatu  keputusan (kalimat).
2. Pengertian (kata) dapat berfungsi sebagai subyek atau predikat dalam  suatu keputusan (kalimat).
3. Term adalah kata atau rangkaian kata yang berfungsi sebagai  subyek atau predikat dalam suatu keputusan (kalimat). Misal ‘kucing itu tidur’; kata ‘kucing’ merupakan ‘subyek’, dan kata ‘tidur’ merupakan ‘predikat’nya. Dalam logika, kata-kata hanya penting sebagai term, artinya kata-kata itu hanya penting sebagai subyek atau predikat dalam suatu kalimat.
4. Term bisa berupa term tunggal atau term majemuk. Term itu tunggal apabila hanya atas satu kata saja, misalnya ‘binatang’,‘membeli’, ‘mahal’, ‘kucing’, dan seterusnya. Term itu majemuk, apabila terdiri dari dua atau tiga kata, dan bersama-sama merupakan suatu keseluruhan, menunjukkan satu dan berfungsi sebagai subyek atau paredikat dalam suatu kalimat, misal ‘jam dinding itu mati’, ‘lapangan bola kaki itu penuh rumput’, dan seterusnya. 


Isi dan Luas Pengertian:

1. Isi suatu pengertian (kata atau term) sering disebut komprehensi, sedangkan luas suatu pengertian disebut ekstensi. Komprehensi kadang juga disebut konotasi atau intensi, sedangkan ekstensi kadang disebut denotasi.
2. Isi suatu pengertian dapat dicari dalam inti pengertian, sedangkan luas suatu pengertian dapat dicari dalam benda atau hal mana yang ditunjukkan dengan pengertian itu.
3. Isi pengertian (kata atau term) adalah semua unsur yang termuat dalam suatu pengertian, yang meliputi kualitas, karakteristik, dan keseluruhan arti yang tercakup dalam suatu term.
4. Isi pengertian, dapat ditemukan dengan menjawab pertanyaan: manakah bagian-bagian (unsur-unsur) suatu pengertian tertentu. Pengertian atau term ‘manusia’ misalnya, mengandung unsur-unsur pokok seperti ‘rasional’, ‘beradab’, ‘berbudaya’, ‘berada’, ‘material’, ‘berbadan’, ‘hidup’, ‘dapat berbicara’, ‘makhluk sosial’ dan seterusnya. ‘Pegawai Negeri’, pengertian atau term ‘pegawai negeri’ meliputi: ia adalah seorang manusia, mempunyai pekerjaan tertentu,tidak secara kebetulan saja, memiliki jabatan tertentu, gajinya dibayarpemerintah, diangkat oleh pemerintah, ada surat keputusan pemerintah, dan sebagainya’.
 Luas pengertian (kata atau term), adalah benda-benda (lingkungan  realitas) yang dapat dinyatakan oleh pengertian tertentu. Kenyataan menunjukkan bahwa: (1) setiap pengertian mempunyai daerah lingkungannya sendiri. Misal, pengertian atau term ‘manusia’ adalah semua manusia tanpa pengecualian dan pembatasan apa pun; pengertian atau term ‘kuda’ menunjukkan hanya semua makhluk (hewan) tertentu yang dinyatakan oleh pengertian itu dan bukan makhluk (hewan lainnya); (2) pengertian-pengertian itu juga tidak sama luasnya. Misal, pengertian ‘hewan’ lebih luas dari pengertian ‘kuda’. Dengan demikian pengertian ‘kuda’ merupakan bawahan dari pengertian ‘hewan’. Kata ‘makhluk’ lebih luas dari kata ‘manusia’, dan ‘fulan’.   Luas pengertian, juga dibedakan ke dalam: (1) luas yang mutlak, dan (2) luas yang fungsional. Luas yang mutlak adalah luas pengertian terlepas dari fungsinya dalam kalimat; sedangkan luas yang fungsional adalah luas pengertian dilihat dari sudut fungsinya, yaitu sebagai subyek atau predikat dalam kalimat tertentu.
Hubungan antara isi dan luas suatu pengertian atau term, dapat  dirumuskan sebagai berikut:

- Semakin banyak isinya (komprehensi bertambah), semakin kecil luas (derah lingkupnya atau ekstensinya); semakin banyak (besar) isinya, akan menjelaskan bahwa ‘sesuatu’ atau ‘benda’ itu semakin konkrit, nyata, dan tertentu; sebaliknya  
- Semakin sedikit isinya (komprehensinya berkurang), semakin luas  lingkungannya (daerah lingkupnya ekstensinya). Atau
- Apabila ekstensinya bertambah, komprehensinya akan berkurang;  dan apabila ekstensi berkurang, komprehensinya akan bertambah.

Pembagian Kata:

1. Kata, seperti sudah dikatakan, merupakan pernyataan lahiriah dari  pengertian. Namun demikian, kata tidak sama dengan pengertian atau term. Pengertian yang sama sering kali dinyatakan dengan katakata yang berbeda. Sebaliknya, kata-kata yang sama sering kalimat menyatakan pengertian yang berbeda beda pula.

2. Arti setiap kata dapat dilihat dari dua sudut: (1) arti kata dilihat sebagai sesuatu yang berdiri sendiri, dan (2) arti kata dilihat dari sudut fungsinya dalam kalimat yang kongkrit. Untuk yang kedua ini biasanya disebut ‘suposisi’ term, yaitu arti khusus suatu term dalam kalimat yang tertentu, dipandang dari sudut arti, isi, dan luasnya.
3. Kata (term), kalau dilihat dari sudut arti, adalah sebagai berikut:
a. Univok (sama suara, sama artinya), artinya ‘kata’ yang  menunjukkan pengertian yang sama pula. Misalnya ‘kucing’, hanya menunjukkan ‘pengertian’ yang dinyatakan oleh kata itu saja;  
b. Ekuivok (sama suara, tetapi tidak sama artinya), artinya ‘kata’ yang menunjukkan pengertian yang berlain-lainan. Kata ‘genting’ misalnya, menunjukkan arti ‘atap rumah’, tetapi juga ‘suatu keadaan gawat’; kata ‘kambing hitam’ misalnya, menunjukkan arti ‘kambing yang berwarna hitam’ dan ‘orang yang dikorbankan atau orang yang dipersalahkan’.  
c. Analog (sama suara, sedangkan artinya di satu pihak ada kesamaannya, di lain pihak ada perbedaannya), artinya ‘kata’ yang menunjukkan banyak barang yang sama, tetapi serentak juga berbeda-beda  dalam kesamaannya itu. Kata ‘ada’ misalnya, apabila kata itu dikenakan pada ‘Tuhan’, ‘manusia’, dan ‘hewan’, di satu pihak sama artinya; tetapi di satu pihak tidak sama artinya, karena terdapat perbedaan antara cara ‘berada’ nya Tuhan dan berada’ nya manusia maupun hewan.

Term analog, dapat dibedakan ke dalam dua macam, yaitu atributif dan proporsional.

- Term analog atributif adalah term yang terutama digunakan  dalam arti sesungguhnya, namun digunakan pula untuk hal-hal yang lain, karena hal-hal lain itu memiliki hububungan tertentu dengan arti yang sesungguhnya. Misalnya, kata ‘sakit’ dalam arti yang sesungguhnya adalah untuk orang atau binatang; jika digunakan  untuk rumah, menjadi ‘rumah sakit’, maka ‘rumah sakit’ itu memiliki hubungan yang tertentu dengan orang sakit.

- Term analog proporsional adalah term yang digunakan untuk beberapa hal yang berbeda namun memiliki kesamaan yang sebanding. Misalnya, kata ‘daun tumbuh-tumbuhan’ dan kata daun untuk meja (daun meja), untuk telinga (daun telinga), untuk pintu (daun pintu), untuk gadis (daun muda), dan sebagainya.
4. Kata (term), kalau dilihat dari sudut isi, adalah sebagai berikut:
a. Abstrak, ‘kata’ yang menunjukkan suatu bentuk atau sifat tanpa  bendanya (misalnya ‘kemanusiaan’, ‘keindahan’), dan kongkrit, ‘kata’ yang menunjukkan suatu benda dengan bentuk atau sifatnya (missal, ‘manusia’).
b. Kolektif, ‘kata’ yang menunjukkan kelompok (misalnya, ‘tentara’), dan individual, ‘kata’ yang menunjukkan suatu individu saja (misalnya, ‘Dadan’ = nama seorang anggota tentara).
c. Sederhana, ‘kata’ yang terdiri dari satu cirri saja (misalnya, ‘ada’, yang tidak dapat diuraikan lagi, dan jamak, ‘kata’ yang terdiri dari beberapa atau banyak cirri (misalnya, ‘manusia’, yang dapat diuraikan menjadi ‘makhluk’ dan ‘berbudi’.

5. Kata (term), kalau dilihat dari sudut luas, adalah sebagai berikut:
a. Term singular. Term ini dengan tegas menunjukkan satu individu,  barang atau golongan yang tertentu. Misalnya, ‘Slamet’, ‘orang itu’, ‘kesebelasan itu’, ‘yang terpandai’, dan sebagainya.
b. Term partikular. Term ini menunjukkan hanya sebagian dari seluruh luasnya; artinya menunjukkan lebih dari satu, tetapi tidak semua bawahannya. Misalnya, ‘beberapa mahasiswa’, ‘kebanyak orang’, ‘empat orang pemuda’, dan sebagainya.  
c. Term universal. Term ini menunjukkan seluruh lingkungan dan bawahannya masing-masing, tanpa ada yang terkecualikan. Misalnya, ‘semua orang’, ‘setiap dosen’, ‘kera adalah binatang’, dan sebagainya.


6. Nilai-Rasa dan Kata-kata Emosional, dinyatakan oleh Poespoprodjo,  termasuk dalam arti kata. Bahasa adalah sesuatu yang hidup, suatu ekspresi dari manusia yang hidup pada saat yang sama merupakan alat komunikasi antarmanusia yang hidup bersama. Kata-kata bukan hanya menunjukkan kenyataan/fakta-fakta/barang-barang yang obyektif, tetapi dapat menyatakan sikap dan atau perasaan terhadap kenyataan obyektif itu. Bandingkan diantara kata ‘kau, kamu, Saudara, Anda, Tuan, Paduka, lu, maneh, ente, antum, dan seterusnya.  

Ciri-Ciri Kalimat Efektif :
1.                  KESATUAN GAGASAN
Memiliki subyek,predikat, serta unsur-unsur lain ( O/K) yang saling mendukung serta membentuk kesatuan tunggal. Di dalam keputusan itu merupakan kebijaksanaan yang dapat membantu keselamatan umum. Kalimat ini tidak memiliki kesatuan karena tidak didukung subyek. Unsur di dalam keputusan itu bukanlah subyek, melainkan keterangan. Ciri bahwa unsur itu merupakan keterangan ditandai oleh keberadaan frase depan di dalam (ini harus dihilangkan).
2.                  KESEJAJARAN
Memiliki kesamaan bentukan/imbuhan. Jika bagian kalimat itu menggunakan kata kerja berimbuhan di-, bagian kalimat yang lainnya pun harus menggunakan di- pula.
Kakak menolong anak itu dengan dipapahnya ke pinggir jalan.
Kalimat tersebut tidak memiliki kesejajaran antara predikat-predikatnya. Yang satu menggunakan predikat aktif, yakni imbuhan me-, sedang yang satu lagi menggunakan predikat pasif, yakni menggunakan imbuhan di-.
Kalimat itu harus diubah :
1. Kakak menolong anak itu dengan memapahnya ke pinggir jalan
2. Anak itu ditolong kakak dengan dipapahnya ke pinggir jalan.
3.                  KEHEMATAN
Kalimat efektif tidak boleh menggunakan kata-kata yang tidak perlu. Kata-kata yang berlebih. Penggunaan kata yang berlebih hanya akan mengaburkan maksud kalimat.
Bunga-bunga mawar, anyelir, dan melati sangat disukainya.
Pemakaian kata bunga-bunga dalam kalimat di atas tidak perlu. Dalam kata mawar, anyelir, dan melati terkandung makna bunga. Kalimat yang benar adalah: Mawar,anyelir, dan melati sangat disukainya.
4.                  PENEKANAN
Kalimat yang dipentingkan harus diberi penekanan. Caranya:
• Mengubah posisi dalam kalimat, yakni dengan cara meletakkan bagian yang penting di depan kalimat.
Contoh :
1. Harapan kami adalah agar soal ini dapat kita bicarakan lagi pada kesempatan lain
2. Pada kesempatan lain, kami berharap kita dapat membicarakan lagi soal ini.
• Menggunakan partikel; penekanan bagian kalimat dapat menggunakan partikel –lah, -pun, dan –kah.
Contoh :
1. Saudaralah yang harus bertanggung jawab dalam soal itu.
2. Kami pun turut dalam kegiatan itu.
3. Bisakah dia menyelesaikannya?
• Menggunakan repetisi, yakni dengan mengulang-ulang kata yang dianggap penting.
Contoh :
Dalam membina hubungan antara suami istri, antara guru dan murid, antara orang tua dan anak, antara pemerintah dan rakyat, diperlukan adanya komunikasi dan sikap saling memahami antara satu dan lainnya.
• Menggunakan pertentangan, yakni menggunakan kata yang bertentangan atau berlawanan makna/maksud dalam bagian kalimat yang ingin ditegaskan.
Contoh :
1.      Anak itu tidak malas, tetapi rajin.
2.      Ia tidak menghendaki perbaikan yang sifatnya parsial, tetapi total dan menyeluruh.
5.                  KELOGISAN
Kalimat efektif harus mudah dipahami. Dalam hal ini hubungan unsur-unsur dalam kalimat harus memiliki hubungan yang logis/masuk akal.
Contoh :
Waktu dan tempat saya persilakan.
Kalimat ini tidak logis/tidak masuk akal karena waktu dan tempat adalah benda mati yang tidak dapat dipersilakan. Kalimat tersebut harus diubah misalnya ;
Bapak penceramah, saya persilakan untuk naik ke podium.

Konsep Diksi
1. Pengertian Diksi
       Pengertian pilihan kata atau diksi jauh lebih luas dari apa yang dipantulkan  oleh hubungan kata-kata itu. Istilah ini bukan saja dipergunakan untuk  menyatakan kata-kata mana yang dipakai untuk mengungkapkan suatu ide atau  gagasan, tetapi juga meliputi fraseologi, gaya bahasa, dan ungkapan (Keraf, 2008:  22-23). Seorang pengarang ketika menentukan suatu kata dalam menulis, ternyata  tidak asal dalam memilih kata, namun demikian kata yang akan dipilih itu akan  diikuti dengan berbagai hal yang melingkupinya. Hal tersebut menyangkut  dimana, kapan, dan tujuannya apa menggunakan kata tersebut. Semua itu  dimaksudkan untuk memberi corak atau warna agar menarik perhatian pembaca,  dengan syarat maksud atau pesan yang ingin disampaikan pengarang itu bisa  tersampaikan.  Gagasan atau ide yang dituangkan, baik itu dalam bentuk tulisan maupun  dalam bentuk lisan memerlukan kosa kata yang luas, akan tetapi tidak asal  memasukan kosa kata yang dimiliki itu dalam tulisan. Pendapat lain dikemukakan  oleh Widyamartaya (1990: 45) yang menjelaskan bahwa diksi atau pilihan kata  adalah kemampuan seseorang membedakan secara tepat nuansa-nuansa makna  sesuai dengan gagasan yang ingin disampaikannya, dan kemampuan tersebut  hendaknya disesuaikan dengan situasi dan nilai rasa yang dimiliki oleh  sekelompok masyarakat dan pendengar atau pembaca. Diksi atau pilihan kataselalu mengandung ketepatan makna, kesesuaian situasi dan nilai rasa yang ada  pada pembaca atau pendengar. Keraf (2008: 24) mengemukakan tiga kesimpulan utama mengenai diksi,  yaitu,

a. pemilihan kata atau diksi mencakup pengertian kata-kata mana yang akan dipakai untuk menyampaikan suatu gagasan, bagaimana membentuk pengelompokan kata-kata yang tepat atau menggunakan ungkapanungkapan yang tepat, dan gaya mana yang paling baik digunakan dalam situasi.
b. pilihan kata atau diksi adalah kemampuan membedakan secara tepat nuansa-nuansa makna dari gagasan yang ingin disampaikan, dan kemampuan untuk menemukan bentuk yang sesuai (cocok) dengan situasi dan nilai rasa yang dimiliki kelompok masyarakat pendengar.
c. pilihan kata yang tepat dan sesuai hanya dimungkinkan oleh penguasaan sejumlah besar kosa kata atau perbendaharaan kata bahasa itu. Sedangkan yang dimaksud perbendaharaan kata atau kosa kata suatu bahasa adalah keseluruhan kata yang dimiliki oleh sebuah bahasa.

Berbeda dengan pendapat Keraf, Enre (1988: 102) menjelaskan bahwa diksi  ialah pilihan kata dan penggunaan kata secara tepat untuk mewakili pikiran dan  perasaan yang ingin dinyatakan dalam pola suatu kalimat. Lebih lanjut, Achmadi  (1990: 136) memberikan definisi diksi adalah seleksi kata-kata untuk  mengekspresikan ide atau gagasan dan perasaan.  Mustakim (1994: 41) membedakan antara istilah pemilihan kata dan pilihan  kata. Pemilihan kata adalah proses atau tindakan memilih kata yang dapat  mengungkap gagasan secara tepat, sedangkan pilihan kata adalah hasil proses atau  tindakan tersebut.  Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud  dengan diksi adalah pemilihan kata dan penggunaan kata secara tepat dengan ide  atau gagasan untuk mewakili pikiran dan perasaan yang ingin disampaikan kepadaorang lain dan dinyatakan dalam suatu pola kalimat baik secara lisan maupun  secara tertulis untuk memunculkan fungsi atau efek tersendiri bagi pembaca. 

2. Jenis Diksi
Diksi merupakan salah satu cara yang digunakan pengarang dalam membentuk karya sastra agar dapat dipahami pembaca atau pendengar. Ketepatan pemilihan kata akan berpengaruh dalam pikiran pembaca tentang isi karya sastra, jenis diksi menurut Keraf, (2008: 89-108) adalah sebagai berikut.

a) Denotasi adalah konsep dasar yang didukung oleh suatu kata (makna itu  menunjuk kepada konsep, referen atau ide). Denotasi juga merupakan batasan kamus atau definisi utama sesuatu kata, sebagai lawan daripada konotasi atau makna yang ada kaitannya dengan itu. Denotasi mengacu pada makna yang sebenarnya. Berikut ini contoh denotasi yang diambil dari salah satu kutipan pada rubrik Padhalangan di media massa.  Dasamuka ora bisa bangga, awake kaya didhadhung kenceng sing saya suwe saya njiret awake. ‘Dasamuka tidak berdaya, raganya seperti diikat kencang yang semakin lama semakin menjerat’.

b) Konotasi adalah suatu jenis makna kata yang mengandung arti tambahan, imajinasi atau nilai rasa tertentu. Konotasi merupakan kesan-kesan atau  asosiasi-asosiasi, dan biasanya bersifat emosional yang ditimbulkan oleh  sebuah kata di samping batasan kamus atau definisi utamanya. Konotasi  mengacu pada makna kias atau makna bukan sebenarnya. Berikut ini contoh  konotasi  yang diambil dari salah satu kutipan pada rubrik Padhalangan di  media massa.

c) Kata abstrak adalah kata yang mempunyai referen berupa konsep, kata abstrak sukar digambarkan karena referensinya tidak dapat diserap dengan  panca indra manusia. Kata-kata abstrak merujuk kepada kualitas (panas,  dingin, baik, buruk), pertalian (kuantitas, jumlah, tingkatan), dan pemikiran  (kecurigaan, penetapan, kepercayaan). Kata-kata abstrak sering dipakai untuk  menjelaskan pikiran yang bersifat teknis dan khusus. Berikut ini contoh kata  abstrak.  Lurusing ati lan murnining budi iku rerenggan urip kang sayekti. ‘Lurusnya hati dan murninya budi adalah perhiasan hidup yang sesungguhnya’.

d) Kata konkrit adalah kata yang menunjuk pada sesuatu yang dapat dilihat atau  dirasakan oleh satu atau lebih dari pancaindra. Kata-kata konkrit menunjuk  kepada barang yang aktual dan spesifik dalam pengalaman. Kata konkrit  digunakan untuk menyajikan gambaran yang hidup dalam pikiran pembaca  melebihi kata-kata yang lain. Berikut ini contoh kata konkrit yang diambil  dari salah satu kutipan geguritan yang bertema pengalaman pada media  massa.  Obah ingering jinantra donya, datan siwah lan rodha kreta.  ‘Berubahnya roda dunia tidak berbeda dengan roda kereta’.

e) Kata umum adalah kata yang mempunyai cakupan ruang lingkup yang luas.  Kata-kata umum menunjuk kepada banyak hal, kepada himpunan, dan kepada keseluruhan. Berikut ini contoh kata umum.  Wit-witan sing maune ngrembuyung kebak gegodhongan saiki garing, amarga diobong dening manungsa.  ‘Pohon-pohon yang tadinya rindang, berdaun lebat, sekarang kering, karena dibakar oleh manusia’.

f) Kata khusus adalah kata-kata yang mengacu kepada pengarahan-pengarahan  yang khusus dan konkrit. Kata khusus memperlihatkan kepada objek yang  khusus. Berikut ini contoh kata khusus.  Kabeh padha ngayunake donga nyenyuwun supaya Ridwan tinampa Gusti
Allah lan di papanake ana papan sing murwat.  ‘Semua memanjatkan do’a supaya Ridwan diterima Allah dan ditempatkan di tempat yang pantas’.

g) Kata ilmiah adalah kata yang dipakai oleh kaum terpelajar, terutama dalam  tulisan-tulisan ilmiah.

h) Kata populer adalah kata-kata yang umum dipakai oleh semua lapisan  masyarakat, baik oleh kaum terpelajar atau oleh orang kebanyakan. Berikut  ini contoh kata-kata populer.  Ana ing donya iki sing nduweni kuwasa mung Gusti Allah ‘Di dunia ini yang mempunyai kekuasaan hanyalah Allah’

i) Jargon adalah kata-kata teknis atau rahasia dalam suatu bidang ilmu tertentu,  dalam bidang seni, perdagangan, kumpulan rahasia, atau kelompok-kelompok khusus lainnya. Berikut ini contoh kata-kata jargon yang diambil dari salah  satu kutipan artikel pada media massa bertopik kesehatan.  Teh mujudake  sumber alami kafein, teofilin lan zat anti-oksida sing jenenge katekin, kanthi kadar lemak, karbohidrat utawa protein meh nol  persen.  ‘Teh menunjukkan sumber alami kafein, teofilin dan zat anti-oksida yang bernama katekin, dengan kadar lemak, karbohidrat atau protein hampir nol  persen.’

j) Kata slang adalah kata-kata non standard yang informal, yang disusun secara  khas, bertenaga dan jenaka yang dipakai dalam percakapan, kata slang juga  merupakan kata-kata yang tinggi atau murni. Berikut ini contoh kata slang.  Jebule Doni kuwi isih gaptek babagan komputer ‘Ternyata Doni masih gaptek tentang komputer’k) Kata asing ialah unsur-unsur yang berasal dari bahasa asing yang masih dipertahankan bentuk aslinya karena belum menyatu dengan bahasa aslinya. Berikut ini contoh kata asing.  Wektu iki aku pacaran karo bocah sing miturutku alim, nganggo busana muslim lan yen rembugan alus, ora yak-yakan. ‘Sekarang saya berpacaran dengan anak yang menurutku alim, memakai busana muslim, dan jika berkata halus, tidak senang bermain’.

k) Kata serapan adalah kata dari bahasa asing yang telah disesuaikan dengan  wujud atau struktur bahasa Indonesia. Berikut ini contoh kata serapan. Kembang peparinge wong tuwa sing ginadhang ngrenggani kedhatoningkalbu. ‘Bunga pemberian orang tua yang diharapkan menghiasi kerajaan hati’. Tarigan (1985: 61) mengemukakan bahwa ragam konotasi dibagi menjadi dua  macam, yaitu konotasi baik dan konotasi tidak baik.

 Fungsi Diksi dalam Karya Sastra
Bahasa sebagai alat untuk menjelmakan angan, khayal dunia sastrawan  hingga menyebabkan adanya kekhususan dalam pemakaian bahasa dalam seni  sastra (Pradopo, 1994: 35). Oleh karena itu, untuk menjelmakan angan tersebut  pengarang menggunakan bahasa yang sifatnya tidak hanya merujuk pada satu hal  yang hanya berhubungan dengan yang ditunjuk atau bahasa denotatif.
Bahasa dalam karya sastra lebih cenderung bersifat konotatif. Karya sastra sering menggunakan kata-kata yang bermakna konotasi dengan tujuan untuk memperindah karya sastra tersebut. Penggunaan kata-kata yang bermakna konotasi selain memperindah juga akan memperkaya dan menyalurkan makna dengan baik. Maka konotasi bersifat subjektif dalam pengertian bahwa ada pergeseran dari makna umum (denotatif) karena sudah ada penambahan rasa dan nilai rasa tertentu (Alwasilah, 1985: 147). Makna konotasi sangat bergantung pada konteksnya. Penggunaan bahasa yang bersifat konotatif dan bersifat ambigu akan menimbulkan kesulitan bagi pembaca untuk memahami gagasan yang ingin disampaikan oleh pengarang.  Sehubungan dengan hal di atas, maka perlu mengetahui tentang stilistika.  Stilistika mengkaji cara sastrawan memanipulasi unsur dan kaidah yang terdapat  dalam bahasa dan fungsi apa yang ditimbulkan dalam penggunaannya (Sudjiman,  1993: 3). Menurut Atmazaki (1990: 93), stilistika adalah kajian terhadap karya  sastra yang berpusat kepada pemakaian bahasa. Objek kajian stilistika adalah  karya sastra yang sudah ada.  Kata, rangkaian kata, dan pasangan kata yang dipilih dengan seksama dapat  menimbulkan efek yang dikehendaki pada diri pembaca, misalnya menonjolkan.

Konsep Frasa

   A.    Pengertian Frasa
Frasa adalah kumpulan kata nonpredikatif. Artinya frasa tidak memiliki predikat dalam strukturnya. Itu yang membedakan frasa dari klausa dan kalimat
Frasa adalah kelompok kata / gabungan dua kata atau lebih yang membentuk satu kesatuan dan memiliki satu makna gramatikal.

   B.     Ciri- ciri Frasa
Frasa memiliki beberapa ciri yang dapat diketahui, yaitu :
1.      Terbentuk atas dua kata atau lebih dalam pembentukannya.
2.      Menduduki fungsi gramatikal dalam kalimat.
3.      Mengandung satu kesatuan makna gramatikal.
4.      Bersifat non-predikatif.

   C.     Jenis-Jenis Frasa
Frasa berdasarkan jenis/kelas kata
1.      Frasa Nomina
Frasa Nomina adalah kelompok kata benda yang dibentuk dengan memperluas sebuah kata benda. Frasa nominal dapat dibedakan lagi menjadi 3 jenis yaitu :
1)      Frasa Nomina Modifikatif (mewatasi), misal : rumah mungil, hari senin, buku dua buah, bulan pertama, dll.
2)      Frasa Nomina Koordinatif (tidak saling menerangkan), misal : hak dan kewajiban, sandang pangan, ', lahir bathin, dll.
3)      Frasa Nomina Apositif
Contoh frasa nominal apositif :
a.       Jakarta, Ibukota Negara Indonesia, sudah berumur 485 tahun.
b.      Melati, jenis tanaman perdu, sudah menjadi simbol bangsa Indonesia sejak lama.
c.       Banjarmasin, Kota Seribu Sungai, memiliki banyak sajian kuliner yang enak.

2.      Frasa Verbal
Frasa Verbal adalah kelompok kata yang terbentuk dari kata kata kerja. Kelompok kata ini terbagi menjadi 3 macam, yaitu :
1)      Frasa Verbal Modifikatif (pewatas), terdiri atas pewatas belakang, misal : a). Ia bekerja keras sepanjang hari. b). Kami membaca buku itu sekali lagi. Pewatas depan, misal : a). Kami yakin mendapatkan pekerjaan itu. b). Mereka pasti membuat karya yang lebih baik lagi pada tahun mendatang.
2)      Frasa Verbal Koordinatif adalah 2 verba yang digabungkan menjadi satu dengan adanya penambahan kata hubung 'dan' atau 'atau', Contoh kalimat : a). Orang itu merusak dan menghancurkan tempat tinggalnya sendiri. b). Kita pergi ke toko buku atau ke perpustakaan.
3)      Frasa Verbal Apositif yaitu sebagai keterangan yang ditambahkan atau diselipkan. Contoh kalimat : a). Pekerjaan Orang itu, berdagang kain, kini semakin maju. b). jorong, tempat tinggalku dulu, kini menjadi daerah pertambangan batubara.

3.      Frasa Ajektifa
Frasa ajektifa ialah kelompok kata yang dibentuk oleh kata sifat atau keadaan sebagai inti (diterangkan) dengan menambahkan kata lain yang berfungsi menerangkan, seperti : agak, dapat, harus, lebih, paling dan 'sangat. Kelompok kata ini terdiri dari 3 jenis, yaitu :
1)      Frasa Adjektifa Modifikatif (membatasi), misal : cantik sekali, indah nian, hebat benar, dll.
2)      Frasa Adjektifa Koordinatif (menggabungkan), misal : tegap kekar, aman tentram, makmur dan sejahtera, dll
3)      Frasa Adjektifa Apositif, misal :
a.       Srikandi cantik, ayu menawan, diperistri oleh Arjuna.
b.      Desa Jorong, tempat tinggalku dulu, kini menjadi daerah pertambangan batubara.
Frasa Apositif bersifat memberikan keterangan tambahan. Frasa Srikandi cantik dan Desa Jorong merupakan unsur utama kalimat, sedangkan frasa ayu menawan, dan tempat tinggalku dulu, merupakan keterangan tambahan.

4.      Frasa Adverbial
Frasa Adverbial ialah kelompok kata yang dibentuk dengan keterangan kata sifat. Frasa ini bersifat modifikasi (mewatasi), misal : sangat baik kata baik merupakan inti dan kata sangat merupakan pewatas. Frasa yang bersifat modifikasi ini contohnya ialah agak besar, kurang pandai, hampir baik, begitu kuat, pandai sekali, lebih kuat, dengan bangga, dengan gelisah. Frasa Adverbial yang bersifat koordinatif (yang tidak menerangkan), contoh frasanya ialah lebih kurang kata lebih tidak menerangkan kurang dan kurang tidak menerangkan lebih.

5.      Frasa Pronominal
Frasa Pronominal ialah frasa yang dibentuk dengan kata ganti, frasa ini terdiri atas 3 jenis yaitu :
1)      Modifikatif, misal kalian semua, anda semua, mereka semua, mereka itu, mereka berdua.
2)      Koordinatif, misal engkau dan aku, kami dan mereka, saya dan dia.
Apositif, misal :
Kami, putra-putri Indonesia, menyatakan perang melawan narkotika.

6.      Frasa Numeralia
Frasa Numeralia ialah kelompok kata yang dibentuk dengan kata bilangan. Frasa ini terdiri atas :
1)      Modifikatif, contoh : a). Mereka memotong dua puluh ekor sapi kurban. b). Kami membeli setengah lusin buku tulis.
2)      Koordinatif, contoh : a). Entah dua atau tiga sapi yang telah dikurbankan. b). Dua atau tiga orang telah menyetujui kesepakatan itu.

7.   Frasa Interogativ Koordinatif ialah frasa yang berintikan pada kata tanya. contoh : a). Jawaban dari apa atau siapa ciri dari subjek kalimat. b). Jawaban dari mengapa atau bagaimana merupakan pertanda dari jawaban predikat.

8.      Frasa Demonstratif Koordinatif ialah frasa yang dibentuk oleh dua kata yang tidak saling menerangkan. contoh : a). Saya tinggal di sana atau di sini sama saja. b). Kami pergi kemari atau kesana tidak ada masalah.

9.    Frasa Preposisional Koordinatif ialah frasa yang dibentuk oleh kata depan yang tidak saling menerangkan. contoh : a). Petualangan kami dari dan ke Jawa memerlukan waktu satu bulan. b). Perpustakaan ini dari, oleh, dan untuk masyarakat umum.

 Frasa berdasarkan fungsi unsur pembentuknya
Berdasarkan fungsi dari unsur pembentuknya frasa terdiri dari beberapa macam, yaitu :
1.  Frasa Endosentris yaitu frasa yang unsur-unsurnya berfungsi untuk diterangkan dan mnerangkan (DM) atau menerangkan dan diterangkan (MD). contoh frasa : kuda hitam (DM), dua orang (MD).
Ada beberapa jenis frasa endosentris, yaitu :
1)    Frasa atributif yaitu frasa yang pola pembentuknya menggunakan pola DM atau MD. contoh : Ibu kandung (DM), tiga ekor (MD).
2) Frasa apositif yaitu frasa yang salah satu unsurnya (pola menerangkan) dapat menggantikan kedudukan unsur intinya (pola diterangkan). contoh : Alip si penari ular sangat cantik., kata Alip posisinya sebagai diterangkan (D), sedangkan si penari ular sebagai menerangkan (M).
3)   Frasa koordinatif yaitu frasa yang unsur-unsur pembentuknya menduduki fungsi inti (setara). contoh : ayah ibu, warta berita, dll.
2.    Frasa eksosentris yaitu frasa yang salah satu unsur pembentuknya menggunakan kata tugas. contoh : dari Bandung, kepada teman, di kelurahan, dll.

Frasa Berdasarkan satuan makna yang dikandung/dimiliki unsur-unsur pembentuknya
Untuk kategori frasa berdasarkan satuan makna yang dikandung atau yang dimiliki unsur-unsur pembentuknya dapat dibagi menjadi beberapa frasa, yaitu :
1)  Frasa biasa yaitu frasa yang hasil pembentukannya memiliki makna yang sebenarnya (denotasi). contoh kalimat : a) Ayah membeli kambing hitam; b) Meja hijau itu milik ibu.
2)   Frasa idiomatik yaitu frasa yang hasil pembentukannya menimbulkan/memiliki makna baru atau makna yang bukan sebenarnya (konotasi). contoh kalimat : Orang tua Lintang baru kembali dari Jakarta.


 Konsep Klausa
Pengertian Klausa
Klausa adalah gabungan dari dua kata atau lebih yang mengandung unsur subjek dan predikat. Klausa disebut juga sebagai rentetan kata berkonstruksi predikatif, yaitu konstruksi yang mengandung unsur predikat. Secara umum klausa terdiri dari S, P, O, KET, dan PEL, namun tidak semua unsur itu selalu ada pada klausa. Inti klausa terdapat pada S dan P, karena kedua unsur ini tidak pernah lepas dari klausa.
Jika boleh, kita dapat mengatakan demikian. Inti dari kalimat adalah klausa. Klausa minimal terdiri dari unsur S dan P karena pada umumnya klausa terbangun dari kedua unsur ini, namun klausa juga memiliki inti utama yang tidak boleh dihilangkan yaitu unsur P. Jika klausa tidak memiliki unsur P, maka kalimat itu tidak dapat dikatakan sebagai klausa. Dengan kata lain kalimat itu dapat dikatakan kalimat yang tidak berklausa.
Macam-macam Klausa
A. Berdasarkan Struktur Internnya
Klausa minimal terdiri dari unsur S dan P. Pada umumnya klausa tidak dapat lepas dari kedua unsur ini, namun jika kita perdalam lagi maka kita akan mendapati bahwa klausa memiliki inti yang selalu menyertainya yaitu unsur P. Meskipun klausa mengalami berbagai penggabungan dalam beberapa konteks kalimat, dapat dipastikan unsur P tidak akan tertinggal.
Klausa yang memiliki unsur S dan P merupakan klausa lengkap, sedang klausa yang tidak mengandung unsur S merupakan klausa tidak lengkap. Berdasarkan unsur intrernnya klausa lengkap dapat dibedakan menjadi dua golongan. Yiatu klausa lengkap yang unsur S-nya terletak di depan P dan klausa lengkap yang unsur S-nya terletak di belakang P.
Contoh:    (1) Halaman itu sangat luas
                 (2) Sangat luas halaman itu
Halaman itu menempati fungsi S dan sangat luas menempati fungsi P. Pada contoh (1) merupakan klausa lengkap dengan S terletak di depan P, sedangkan contoh (2) merupakan klausa lengkap dengan S terletak di belakang P.
Klausa tidak lengkap merupakan klausa yang tidak memiliki fungsi S, yaitu hanya unsur P dengan disertai unsur O, PEL, KET, atau tidak.
Contoh:    sedang berdoa
                 membaca buku.

B. Berdasarkan Ada-Tidaknya Kata Negatif yang secara Gramatik Menegatifkan Predikat
Berdasarkan ada-tidaknya kata negatif yang secaragramatik menegatifkan P, klausa dapat digolongkan menjadi dua golongan yaitu klausa positif dan klausa negatif.
Klausa positif adalah klausa yang tidak mengandung kata-kata negatif yang dapat menegatifkan P. Misalnya kata tidak, tak, tiada, bukan, belum, dan jangan.
Contoh:    saya menyukai senyumannya
                 dia sahabat saya

Klausa negatif adalah klausa yang mengandung kata-kata negatif yang dapat menegatifkan P yaitu kata tidak, tak, tiada, bukan, belum, dan jangan. Kata-kata negatif itu ditentukan berdasarkan adanya kata penghubung melainkan yang menuntut kenegatifan klausa yang mendahuluinya.
Contoh:    dia tidak menyukai nasi goreng, melainkan bubur ayam yang dicampur dengan abon sapi.
Kata negatif tidak yang terkadang dipendekkan menjadi tak digunakan untuk menegatifkan P yang terdiri dari kata/frase golongan V (verba), misal: adik tidak naik kelas.
Kata negatif tiada jarang sekali digunakan, akan tetapi memiliki fungsi yang sejajar dengan kata tidak sehingga pada contoh diatas dapat diganti dengan tiada menjadi : adik tiada naik kelas.
Kata negatif bukan digunakan untuk menegatifkan P yang terdiri dari kata/frase golongan N (noun), misal: orang itu bukan ayah saya. Dalam kalimat luas kata bukan digunakan pula untuk menegatifkan kata-frase golongan V dengan kata penghubung melainkan, misal: Ani bukan menulis, melainkan membaca buku.
Kata negatif belum digunakan untuk menegatifkan P yang terdiri dari kata/frase golongan V. Bedanya dengan kata negatif tidak adalah bahwa kata negatif belum menunjukkan makna akan terjadi, misal: adik belum pulang.
Kata negatif jangan digunakan untuk menegatifkan P yang terdiri dari kata/frase golongan V, misal: jangan pergi.
Secara gramatik kata negatif yang terletak di depan P itu menegatifkan P, namun secara semantik belum tentu, misal pada kalimat: ia tidak membeli buku. Pada contoh tersebut, secara gramatik kata tidak menegatifkan buku, namun secara semantik menyatakan bahwa ia tidak membeli buku, melainkan membelu benda lain.

C. Berdasarkan Kategori Kata atau Frasa yang Menduduki Fungsi Predikat
Berdasarkan kategori kata atau frasa yang menduduki fungsi P, klausa digolongkan menjadi empat: klausa nominal, klausa verbal, klausa bilangan, san klausa depan.
1. Klausa Nominal
Klausa nominal adalah klausa yang P-nya terdiri dari kata/frase golongan N, misal: ayahnya seorang dokter.
2. Klausa Verbal
Klausa verbal adalah klausa yang P-nya terdiri dari kata/frase golongan V, misal: dokter sedang menyuntik pasien. Klausa verbal dapat digolongkan menjadi enam diantaranya: klausa verbal yang ajektif, intransitif, aktif, pasif, refleksif, dan resiprok.
Klausa verbal yang ajektif adalah klausa yang P-nya terdiri dari kata golongan V yang termasuk golongan kata sifat, misalnya: gunung itu tinggi sekali.
Klausa verbal yang intransitif adalah klausa yang P-nya terdiri dari golongan kata kerja intransitif, misalnya: adik menangis di dalam kamar.
Klausa verba yang aktif adalah klausa yang P-nya terdiri dari golongan kata kerja transitif, misalnya: zainal mengambil bukunya.
Klausa verba yang pasif adalah klausa yang P-nya terdiri dari kata kerja pasif, misalnya: kursi itu dibeli oleh ibu.
Klausa verba yang refleksif adalah klausa yang P-nya terdiri dari kata verbal yang termasuk kata kerja refleksif, ialah kata kerja bentuk meN- diikiti diri, misalnya: pemuda itu menyembunyikan diri.
Klausa verba yang resiprok adalah klausa yang P-nya terdiri dari kata verbal yang termasuk kata kerja resiprok, ialah kata kerja yang berbentuk saling meN-, (saling) ber-an, dan (saling) –meN-, misalnya:
Kedua orang itu saling berpandang-pandangan
Mereka saling memukul
Anak-anak itu selalu ejek-mengejek.

3. Klausa Bilangan
Klausa bilangan adalah klausa yang P-nya terdiri dari kata/frase golongan Bilangan, misal: jari anak itu hanya sembilan. Kata bilangan adalah kata-kata yang dapat diawali oleh kata penunjuk satuan seperti orang, ekor, buah, keping, kodi, helai, kotak, dan masih banyak lagi.

4. Klausa Depan
Klausa depan atau juga disebut klausa preposisional adalah klausa yang P-nya terdiri dari frase depan, yaitu frasae yang diawali dengan kata depan sebagai penanda, misal: air ini dari sumur.


Kesalahan Umum dalam Penulisan Kalimat
Berikut akan kita lihat kalimat-kalimat yang tidak efektif dan kita akan mencoba membetulkan kesalahan pada kalimat-kalimat itu. Beberapa jenis kesalahan dalam menyusun kalimat antara lain:
1. Pleonastis
Pleonastis atau pleonasme adalah pemakaian kata yang mubazir (berlebihan), yang sebenarnya tidak perlu. Contoh-contoh kalimat yang mengandung kesalahan pleonastis antara lain:
· Banyak tombol-tombol yang dapat Anda gunakan.
Kalimat ini seharusnya: Banyak tombol yang dapat Anda gunakan.
· Kita harus saling tolong-menolong.
Kalimat ini seharusnya: Kita harus saling menolong, atau Kita seharusnya tolong-menolong.

2. Kontaminasi
Contoh kalimat yang mengandung kesalahan kontaminasi dapat kita lihat pada kalimat berikut ini:
Fitur terbarunya Adobe Photoshop ini lebih menarik dan bervariasi.
Kalimat tersebut akan menjadi lebih efektif apabila akhiran –nya dihilangkan.
Fitur terbaru Adobe Photoshop ini lebih menarik dan bervariasi.

3. Salah pemilihan kata
Contoh kalimat yang mengandung kesalahan pemilihan kata dapat kita lihat pada kalimat berikut ini:
Saya mengetahui kalau ia kecewa.
Seharusnya: Saya mengetahui bahwa ia kecewa.

4. Salah nalar
Contoh kalimat yang mengandung kesalahan nalar dapat kita lihat pada kalimat berikut ini:
Bola gagal masuk gawang.
Seharusnya: Bola tidak masuk gawang.

5. Pengaruh bahasa asing atau daerah (interferensi)
· Bahasa asing
Contoh kalimat yang mengandung kesalahan karena terpengaruh bahasa asing terlihat pada kalimat berikut:
Saya tinggal di Semarang di mana ibu saya bekerja.
Kalimat ini bisa jadi mendapatkan pengaruh bahasa Inggris, lihat terjemahan kalimat berikut:
I live in Semarang where my mother works.
Dalam bahasa Indonesia sebaiknya kalimat tersebut menjadi:
Saya tinggal di Semarang tempat ibu saya bekerja.
· Bahasa daerah
Contoh kalimat yang mengandung kesalahan karena terpengaruh bahasa daerah dapat kita lihat pada kalimat berikut:
Anak-anak sudah pada datang.
Dalam bahasa Indonesia sebaiknya kalimat tersebut menjadi:
Anak-anak sudah datang.
Contoh lain pengaruh bahasa daerah, khususnya bahasa Jawa, juga dapat kita lihat pada kalimat berikut. Penulis menemukan contoh ini dari sebuah rubrik di tabloid anak-anak Yunior.
Masuknya keluar mana? (Jawa: Mlebune metu endi?)
Kita sebaiknya mengganti kalimat tersebut dengan: Masuknya lewat mana?

6. Kata depan yang tidak perlu
Sering kali kita membuat kalimat yang mengandung kata depan yang tidak perlu seperti pada kalimat berikut:
Di program ini menyediakan berbagai fitur terbaru.
Agar menjadi efektif, sebaiknya kita menghilangkan kata depan di, sehingga kalimatnya menjadi:
Program ini menyediakan berbagai fitur terbaru.

Ada beberapa hal yang mengakibatkan suatu tuturan menjadi kurang efektif, antara lain:

1. Kurang padunya kesatuan gagasan.
Setiap tuturan terdiri atas beberapa satuan gramatikal. Agar tuturan itu memiliki kesatuan gagasan, satuan-satuan gramatikalnya harus lengkap dan mendukung satu ide pokoknya. Kita bisa melihat pada contoh berikut:
Program aplikasi MS Word dapat Anda gunakan sebagai pengolah kata. Dengan program ini Anda dapat melakukan berbagai aktivitas perkantoran seperti mengetik surat atau dokumen. MS Word adalah produk peranti lunak keluaran Microsoft.
Kalimat-kalimat pada contoh tersebut tidak mempunyai kesatuan gagasan. Seharusnya setelah diungkapkan gagasan tentang “fungsi MS Word” pada kalimat pertama, diungkapkan gagasan lain yang saling bertautan.

2. Kurang ekonomis pemakaian kata.
Ekonomis dalam berbahasa berarti penghematan pemakaian kata dalam tuturan. Sebaiknya kita menghindari kata yang tidak diperlukan benar dari sudut maknanya, misalnya:
· membicarakan tentang transmigrasi
Seharusnya: membicarakan transmigrasi
· sudah pada tempatnya apabila
Seharusnya: sudah selayaknya apabila
· Depresi ekonomi bukan hanya dirasakan oleh kaum pribumi lapisan bawah, tetapi juga dirasakan oleh kelompok elite pribumi.
Seharusnya: Depresi ekonomi dirasakan oleh kaum pribumi lapisan bawah dan kelompok elite.
Atau: Depresi ekonomi dirasakan kaum pribumi di semua lapisan.

3. Kurang logis susunan gagasannya.
Tulisan dengan susunan gagasan yang kurang logis dapat kita lihat pada contoh berikut:
Karena zat putih telurnya itulah maka telur dan dagingnya ayam itu sangat bermanfaat untuk tubuh kita. Semua makhluk dalam hidupnya memerlukan zat putih telur, manusia untuk melanjutkan hidupnya perlu akan zat putih telur.
Kita dapat membuat tulisan itu menjadi efektif seperti berikut:
Semua makhluk hidup memerlukan zat putih telur yang berasal dari telur dan daging ayam. Manusia adalah makhluk hidup. Jadi, manusia memerlukan zat putih telur yang berasal dari telur dan daging ayam untuk melanjutkan hidupnya. Dapat dikatakan bahwa telur dan daging ayam sangat bermanfaat bagi tubuh.

4. Pemakaian kata-kata yang kurang sesuai ragam bahasanya.
Pemakaian bahasa tidak baku hendaknya dihindari dalam ragam bahasa keilmuan.
· Penulis menghaturkan terima kasih kepada Bapak Prof. Dr. Gatot A.S atas bimbingannya dalam menyelesaikan buku ini.
· Sehubungan dengan hal itu Takdir Alisyahbana bilang bahwa hal bahasa Indonesia dapat menjadi bahasa internasional.
Pemakaian kata menghaturkan dan bilang tidak tepat untuk ragam bahsa keilmuan, sehingga kata-kata tersebut sebaiknya diganti dengan mengucapkan dan mengatakan.

5. Konstruksi yang bermakna ganda.
Suatu kalimat dipandang dari sudut tata bahasanya mungkin tidak salah, namun kadang-kadang mengandung tafsiran ganda (ambigu) sehingga tergolong kalimat yang kurang efektif. Kalimat yang memiliki makna ganda dapat kita lihat pada kalimat-kalimat:
· Istri kopral yang nakal itu membeli sepatu.
Unsur yang nakal itu menerangkan istri atau kopral ? Jika yang dimaksud nakal adalah istri, maka kalimat itu seharusnya menjadi:
Istri yang nakal kopral itu membeli sepatu.
· Penyuluh menerangkan cara beternak ayam baru kepada para petani.
Kata baru pada kalimat itu menerangkan kata ayam atau cara beternak? Jika kata baru menerangkan cara beternak, kalimat itu menjadi lebih baik seperti kalimat berikut:
Penyuluh menerangkan cara baru beternak ayam kepada para petani.

6. Penyusunan kalimat yang kurang cermat.
Penyusunan yang kurang cermat dapat mengakibatkan nalar yang terkandung di dalam kalimat tidak runtut sehingga kalimat menjadi kurang efektif.
Tugas kemanusiaan dalam suatu jabatan ialah untuk mengelola sejumlah manusia memerlukan keprihatinan serta dedikasi yang tangguh.
Kalimat tersebut dapat diperbaiki seperti berikut:
· Tugas kemanusiaan dalam suatu jabatan, yakni pengelolaan sejumlah manusia, memerlukan keprihatinan serta dedikasi yang tangguh.
· Tugas kemanusiaan dalam suatu jabatan ialah pengelolaan sejumlah manusia. Hal ini memerlukan keprihatinan dan dedikasi yang tangguh.

7. Bentuk kata dalam perincian yang tidak sejajar.
Dalam kalimat yang berisi perincian, satuan-satuan dalam perincian itu akan lebih efektif jika diungkapkan dalam bentuk sejajar. Jika dalam suatu kalimat perincian satu diungkapkan dalam bentuk kerja, benda, frasa, maupun kalimat, perincian lainnya juga diungkapkan dalam bentuk kerja, benda, frasa, maupun kalimat juga (sejajar). Contoh kalimat yang perinciannya tidak sejajar:
· Kegiatan penelitian meliputi pengumpulan data, mengklasifikasikan data, dan menganalisis data.
Seharusnya:
Kegiatan penelitian meliputi pengumpulan data, pengklasifikasian data, dan penganalisisan data.
· Dengan penghayatan yang sunguh-sungguh terhadap nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila dalam kehidupan sehari-hari, kita akan dapat hidup bermasyarakat dengan selaras, serasi, dan seimbang.
Seharusnya:
. Dengan menghayati secara sunguh-sungguh terhadap nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila dalam kehidupan sehari-hari, kita akan dapat hidup bermasyarakat dengan selaras, serasi, dan seimbang.
Atau:
. Dengan penghayatan yang sungguh-sungguh terhadap nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila dalam kehidupan sehari-hari, kita akan dapat hidup bermasyarakat dengan selaras, serasi, dan seimbang.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar